Page 402 - Tere Liye - Negeri Para Bedebah
P. 402
”Ka... kapal itu sudah merapat,” Papa terbata-bata.
”Bukankah itu kabar baik?” Tante Liem bertanya.
Papa menggeleng. ”Kapal itu merapat dengan seluruh muatan
terbakar.”
Mama berseru pelan, meraih pegangan di dinding.
Wusdi bergumam pelan dengan wajah penuh simpati. ”Situasi
ini rumit sekali, Koh. Sungguh rumit… Sekali saja massa di luar
tahu kabar buruk ini, mereka bisa mengamuk.”
Opa terdiam. Mengusap kepalanya yang setengah botak.
Tunga ikut berkomentar, ”Kami ikut menyesal mendengar kabar
ini, Koh. Tapi sidang pengadilan tentang barang selundupan dan
ganja akan segera dilakukan siang ini. Dengan kabar buruk ini,
akan banyak pihak yang berebut menjatuhkan keluarga kalian. Ada
banyak petugas yang harus disumpal mulutnya. Celakanya, kalian
pasti tidak punya uang lagi.”
Opa semakin terdiam.
”Bakar!” Terdengar teriakan dari luar.
”Bakar!” Yang lain menimpali.
”Apa yang harus kami lakukan?” Papa memegang lutut Wusdi.
Wusdi dan Tunga terdiam sejenak, menyeringai.
Wusdi bergumam lagi, ”Anak buahku bisa saja menahan massa.
Membubarkan mereka, tapi massa di luar perlu jaminan bahwa
uang mereka akan dibayarkan.”
Tunga ikut bergumam, ”Kami bisa saja menarik seluruh tun-
tutan, tuduhan. Tapi semua itu butuh biaya.”
”Apa saja… apa saja yang bisa memastikan keluarga kami tidak
diganggu. Akan aku tebus.” Papa mulai panik, massa di luar mulai
merangsek ke dalam.
Wusdi dan Tunga menyeringai, saling lirik sebentar.
400
Isi-Negeri Bedebah.indd 400 7/5/2012 9:51:15 AM