Page 401 - Tere Liye - Negeri Para Bedebah
P. 401
kerumunan yang meski semakin keras berteriak, tidak berani me-
lewati barikade petugas.
Sementara di rumah, aku tidak tahu Papa sedang melakukan
negosiasi dengan petugas.
”Aku cemas mereka tidak bisa bersabar lagi.” Papa mengusap
dahi.
”Tenang saja, Koh. Anak buahku akan menjaga seluruh rumah,”
Wusdi menenangkan.
”Semua bisa diatur, Koh.” Tunga manggut-manggut.
Papa dan Opa tersenyum kecut. Belakangan ini mereka benar-
benar mengandalkan dua orang ini untuk mengurus banyak hal.
Meski semua justru semakin berlarut-larut dan rumit.
”Aku lihat di antara kerumunan lebih banyak yang bukan
anggota arisan,” Papa mengeluh.
”Mereka sepertinya bahkan membawa senjata tajam,” Opa ikut
mengeluh.
Wusdi tertawa kecil. ”Jangan cemas. Paling juga mereka hanya
tertarik melihat keramaian.”
Tunga ikut tertawa kecil. ”Biasalah. Kokoh harusnya tahu sekali,
urusan seperti ini selalu mengundang perhatian.”
Sementara itu aku terus mengayuh sepeda, melintasi gang, jauh
meninggalkan rumah, mengantar susu. Aku tidak tahu saat itu
dering telepon terdengar di rumah.
Papa sedikit tersentak. ”Itu pasti kabar baik dari Liem.”
Semua kepala menoleh, Papa meraih telepon genggam, semua
kepala menunggu.
Papa berbicara sebentar. ”Apa?”
Gagang telepon jatuh.
Mama mendekat. ”Apa yang terjadi?”
399
Isi-Negeri Bedebah.indd 399 7/5/2012 9:51:15 AM