Page 404 - Tere Liye - Negeri Para Bedebah
P. 404
Dahi sersan polisi itu terlipat, tidak mengerti. ”Bukankah kita
seharusnya justru meminta tambahan petugas, Komandan?”
”Tidak perlu, Sersan. Jangankan membayar uang arisan, ke-
luarga ini bahkan tidak bisa membayar seperak pun upahmu ber-
jaga-jaga siang ini di rumah mereka. Kapal mereka terbakar di
pelabuhan.” Tunga menepuk bahu sersan polisi itu.
Sersan polisi itu terdiam. Tidak mengerti.
Wusdi dan Tunga santai menaiki mobil, perlahan membelah
massa yang beringas. Wusdi menurunkan kaca, memberikan kode
ke gerombolan preman. Tunga di sebelahnya tertawa menepuk-
nepuk tas penuh berkas berharga.
PRANG!
Aku mengerem sepeda sekuat tenaga, seekor kucing melintas di
gang.
Hari itu, umurku sepuluh tahun.
***
Pesawat yang kutumpangi menuju Singapura terlambat dua jam
lebih.
Aku tiba di Bandara Soekarno-Hatta pukul sepuluh lewat
tiga puluh. Taksi merapat cepat. Suara roda direm paksa terde-
ngar mendecit panjang. Tetapi tidak ada yang memperhatikan
kami yang terburu-buru. Tontonan biasa di bandara. Lobi ke-
berangkatan internasional sepi, hanya diisi calon penumpang dan
pengantar. Display layar televisi penunjuk jadwal penerbangan
hanya diisi rute jarak jauh, tidak ada penerbangan domestik te-
ngah malam begini.
Perhitunganku benar, tidak ada polisi yang sibuk memeriksa,
402
Isi-Negeri Bedebah.indd 402 7/5/2012 9:51:15 AM