Page 405 - Tere Liye - Negeri Para Bedebah
P. 405
mungkin mereka sudah ditarik kembali ke pos masing-masing
setelah hanya menemukan bangku kosong di pesawat yang men-
darat di Denpasar.
”Kau pakai ini, Thom. Barangkali saja berguna.” Rudi ikut
turun dari taksi, menepuk bahuku. Dia melepas sesuatu dari
tubuhnya. ”Nah, selamat jalan, Teman. Besok aku akan menung-
gu di bandara ini sepanjang siang, menunggu berita darimu.”
Aku melintasi meja imigrasi dengan mudah. Namaku dicekal,
tapi aku kenal anak buah Randy yang menjaga loket—salah satu
anggota klub petarung lainnya yang menjadi petinggi imigrasi
bandara. Bahkan dua hari lalu aku juga berniat melarikan Om
Liem ke luar negeri, tapi berubah pikiran, kembali turun dari
pesawat. Pengumuman dari pramugari terdengar menyebalkan
saat penumpang sudah duduk di pesawat dengan rapi, delay
karena masalah teknis.
Penumpang tidak penuh, hanya terisi separuh. Pesawat ini
tujuan akhirnya adalah Amsterdam, transit sebentar di Singa-
pura. Julia membelikanku tiket kelas bisnis. Pesawat baru be-
rangkat pukul satu malam, dan mengalami keterlambatan lagi
persis di udara. Cuaca buruk di Singapura, hujan deras, kabut.
Pesawat terpaksa berputar-putar, hampir dipindahkan mendarat
di Kuala Lumpur. Aku menunggu gelisah. Sialnya, tidak ada
yang bisa kulakukan selain bersabar, dan dengan semua ketegang-
an, selama di atas pesawat, kepalaku justru sibuk mengenang
potongan masa lalu itu.
Aku tidak menyaksikan sendiri percakapan itu, aku sudah
mengayuh pedal sepeda dengan semangat. Opa yang mencerita-
kannya padaku di kunjungan rutinku ke rumah peristirahatan
tepi Waduk Jatiluhur. Dan setiap melihat wajah sedihku, Opa
403
Isi-Negeri Bedebah.indd 403 7/5/2012 9:51:15 AM