Page 396 - Tere Liye - Negeri Para Bedebah
P. 396
”Bandara satunya, Soekarno-Hatta. Aku harus segera be-
rangkat ke Singapura malam ini juga, Rud. Situasi darurat.”
Mataku ke layar telepon, satu kali nada panggil.
”Selamat malam, Thom.” Cepat sekali Julia mengangkat
panggilan teleponku.
”Malam, Julia.” Aku tahu Julia belum tidur. Dia bersama
belasan rekan wartawan lainnya sedang menunggu rapat komite
stabilitas sistem keuangan—sebenarnya banyak sekali orang yang
sedang menunggu kabar dari rapat penting tersebut, termasuk
aku, menunggu di detik kapan persisnya telepon tidak bisa di-
tolak itu akan diterima ketua komite.
”Aku butuh bantuan lagi, Julia. Kau tidak keberatan?”
”Tentu tidak, Thom. Dengan senang hati. Silakan.” Suara Julia
terdengar riang.
Aku menyeka dahi yang berpeluh, aku sungguh butuh kecepat-
an saat ini. Meskipun Bandara Soekarno-Hatta sepertinya tidak
lagi dipadati polisi yang mencari kami, aku tetap tidak bisa
melakukan transaksi apa pun atas namaku. Mereka pasti ber-
siaga dengan informasi seperti itu. Aku meminta Julia segera
memesankan satu tiket ke Singapura malam ini juga.
”Itu mudah, Thom. Tunggu lima menit, segera aku kirim tiket
online-nya lewat e-mail.” Julia tidak banyak bertanya, meng-
angguk.
”Terima kasih, Julia.” Aku bersiap menutup telepon.
”Kau sudah baca e-mail terakhirku, bukan?”
”Sudah. Terima kasih.”
”Eh, sebentar, kau terpaksa harus ke Singapura malam ini
juga karena e-mail itu, Thom?”
”Iya. Terima kasih.”
394
Isi-Negeri Bedebah.indd 394 7/5/2012 9:51:15 AM