Page 194 - Ebook_Atlas Gubernur-
P. 194
Wawancara dengan I Gusti Made
Arinte (Anak Ke-2 Gubernur I Gusti
Ketut Pudja)
Bagaimana keluarga melihat sosok I Gusti Ketut Pudja?
“Kami mengenalnya sebagai seorang lelaki yang pendiam. Tak ada yang paling beliau sukai selain
membaca, baik itu membaca koran maupun membaca buku. Ayah saya itu mengajarkan untuk tidak
pernah menunda-nunda pekerjaan. Kepada kami anak-anaknya, selalu ditekankan untuk segera
menyelesaikan semua pekerjaan dan tugas. Itu pendidikan yang kami tidak pernah lupa dari beliau.”
Ayah Anda memiliki hobi apa?
“Beliau itu hobinya itu main tenis. Saya ingat sekali beliau rutin bermain tenis di Jalan Pegangsaan Timur
(Jakarta).”
Ada nasihat khusus yang selalu beliau sampaikan kepada anak-anaknya?
“Ya tentu saja ada. Dalam setiap kesempatan, beliau selalu memberikan nasihat kepada kami untuk
selalu berhemat. Dalam setiap hal. sebagai contoh, waktu saya baru datang di Jakarta (dari Yogyakarta)
dan masih tinggal di sebuah hotel, saya dinasihati oleh beliau untuk jangan menghambur-hamburkan
uang untuk sesuatu yang tidak mendesak. Makanya, kalau pulang sekolah, saya pulang-pergi tetap naik
trem, tidak menggunakan taksi atau mobil. Bahkan, Ayah menyarankan jika masih bisa, agar uang yang
ada ditabungkan saja, jangan mencoba untuk hidup boros. Itulah yang menyebabkan saya begitu hemat
sampai sekarang. Itu sudah saya jalani sejak saya sekolah di UI. Bahkan, waktu kuliah, segala keperluan
saya selalu saya usahakan ambil dari tabungan saya.”
Jadi bisa dikatakan Pak Pudja itu seorang pejabat yang bersahaja ya?
“Ya begitulah. Beliau itu sebetulnya selalu berusaha patuh kepada pemerintah dan sangat anti
memanfaatkan fasilitas negara. Sebagai contoh, saya dan saudara-saudara saya sangat sangat dilarang
oleh ayah untuk mempergunakan mobil dinas. Jangankan memakainya, memegangnya saja tidak
boleh. Tapi, dasar anak muda, kadang saya mencuri-curi kesempatan dan meminta supir ayah untuk
mengajarkan kami mengendarai mobil. Tapi, ya namanya mencuri kesempatan, tidak bisa banyak berbuat.
Kami hanya bisa belajar memundurkan mobil saja, enggak bisa maju-maju.”
Bisa diceritakan bagaimana perjalanan hidup Pak Pudja?
“Ayah saya lahir pada 19 Mei 1908. Ketika HIS di Bali dididirikan pada 1914, beliau bersekolah di sana.
Sebelumnya, waktu Mr. Pudja masih kecil dan kakak-kakaknya tidak sekolah, ayahnya yang seorang
mantri candu memanggil guru ke rumah untuk mengajarkan anak-anaknya menulis dan berhitung. Tamat
dari HIS Singaraja pada 1920, ayahnya kemudian mengirim Mr. Pudja ke Malang untuk melanjutkan
sekolah ke MULO. Setelah 3 tahun, dari MULO kemudian dia melanjutkan ke AMS di Bandung. Usai dari
AMS, dia melanjutkan ke RHS di Batavia dan lulus pada 1934. Begitu lulus, ayahnya langsung meminta
beliau untuk pulang ke Bali. Padahal, ayah saya inginnya meneruskan ke negeri Belanda. Tapi, ya tidak
boleh. ‘Sudah kamu cukup di sini saja, kamu harus pulang ke Bali,’ kata ayahnya. Tahun itu juga Mr.
Pudja pulang dan kemudian dinikahkan dengan sepupunya yang bernama I Gusti Made Mirah. Mr. Pudja
kemudian bekerja di Karesidenan Bali-Lombok sebagai pegawai di Raad van Kerta dan menjadi kepala
pengadilan di Singaraja. Setelah itu, dia diangkat sebagai kepala Raad van Kerta di Badung. Waktu itu
180 ATLAS SEJARAH INDONESIA: GUBERNUR PERTAMA DI INDONESIA