Page 197 - Ebook_Atlas Gubernur-
P. 197
Saat terakhir itu di bulan Juni 1949. Waktu itu saya SMP jadi biasanya anak sekolah bikin pertandingan
olahraga. Jadi saya ke Bandung mewakili Ikatan Pelajar Pelajar Indonesia (IPP) Jakarta untuk olahraga
renang.
Waktu balik saya bilang enggak menang.Terus dia peluk saya, dia bilang “enggak apa-apa kok, kau sudah
berlatih tapi enggak jadi juara enggak apa-apa” Lalu ayah bilang saya usahakan kamu nanti malam
mimpi dapat bunga. Dan benar pada malam itu bukan saja mimpi bunga tapi bunganya banyak sekali.
Besoknya jam sembilan pagi dia sudah meninggal (karena) jantung. Jadi firasat melalui mimpi itu sudah
memang ada dan kedekatan ayah dengan saya itu erat sekali.
Wawancara dengan Setya Dharma
Madjid, cucu Menantu Sutardjo
Kartohadikoesoemo
Bagaimana awal mula mengenal sosok Soetardjo?
“Saya masuk ke keluarga Soetardjo di tahun 60-an. Waktu itu saya SMA masih pacaran dengan istri yang
merupakan cucu langsung Pak Tardjo.”
Boleh digambarkan silsilah keluarga Soetardjo?
“Eyang itu punya sebelas anak hanya dari istri pertama (dari istri kedua dan ketiga tidak punya anak).
Dari sebelas ini turunannya sekarang sudah sampai cicit dan canggah. Semuanya tergabung ke dalam
Ikatan Cucu dan Cicit Soetardjo (ICUS). Istri saya cucu dari anak Eyang Tardjo yang nomor tiga.”
Bagaimana sosok Soetardjo yang anda kenal?
“Eyang itu tidak neko-neko. Beliau pernah berkata, ‘berbuatlah untuk keluarga kalau keluarga kamu baik
itu akan menular pada komunitas tempat kamu tinggal.’ Nah, kalau itu baik menular lagi kepada satu
kelompok RT baru ke RW dan selanjutnya. Itu saja sudah cukup. Nanti Allah menunjukkan jalan bahwa
apa yang sudah diperbuat itu akan ditiru.”
Apa pengalaman paling berkesan bersama Soetardjo?
“Dia suka jalan-jalan. Setiap sore itu Eyang minta dianter dengan mobil dodge-nya. Saya yang nyetir, dia
duduk di depan. Kita berjalan keliling ke Kebayoran sambil Eyang cerita masa tempo dulu.
Eyang juga suka duduk di depan teras rumah peristirahatannya di Cimelati sambil melihat matahari
sampai terbenam. Eyang melihat apa yang kita buat toh akhirnya akan hilang. Harga yang kita
kumpulkan semua akan sirna pada saatnya. Itulah malam hari. Kita dapatkan semua di pagi hari sampai
siang dan akhirnya tenggelam juga. Jadi, kita masing-masing mesti menyiapkan waktu karena waktu itu
tidak bisa kita tahan.”
Apa pesan keteladanan dari Soetardjo yang paling anda ingat?
“Kata beliau, ‘kita tidak perlu menjabat, tapi cukuplah kita berperan. Itu lebih tinggi nilainya daripada
menjabat tapi tanpa peran. Berperan tanpa jabatan nilainya lebih tinggi.’”
ATLAS SEJARAH INDONESIA: GUBERNUR PERTAMA DI INDONESIA 183