Page 149 - Ebook_Toponim Jogja-
P. 149

Toponim Kota Yogyakarta   131











                  Selain sebagai penarik pajak, orang-orang Tionghoa kala itu juga banyak yang berprofesi
                  sebagai pedagang dan pengrajin. Rumah-rumah penduduk banyak dibangun pada akhir
                  abad ke-19 dan awal abad ke-20 dengan model rumah toko (ruko) atau shophouses
                  bercorak arsitektur campuran antara Cina, Indisch, dan Jawa. Di Ketandan ini pula
                  Kapiten Cina yang diangkat untuk mengurus berbagai kepentingan orang-orang Cina
                  di Yogyakarta tinggal. Berikut adalah beberapa Kapiten Cina di Yogyakarta sejak masa
                  pemerintahan Sultan Hamengku Buwono I: To In (1755 -1764), Gan Kek Ko (1764
                  – 1776), Tan Lek Ko (1776 – 1793), Que Jin Sing (1793 – 1803), Tan Jin Sing (1803
                  -1813), Que Wi Kong (1813 -1828), Que Pin Sing, dan Liem Kie Djwan.


                  Kini jejak-jejak Tionghoa di Kampung  Ketandan masih dapat dijumpai. Mayoritas
                  penduduknya terdiri dari orang-orang keturunan Tionghoa. Kebanyakan dari mereka
                  berprofesi sebagai pedagang. Tak heran jika banyak dijumpai toko atau ruko di tepi-
                  tepi jalan yang menjual berbagai macam item, seperti aneka makanan dan minuman,
                  pakaian, emas, permata, perhiasan, ramuan tradisional, barang-barang kelontong, dan
                  sebagainya. Kampung Ketandan yang secara administratif masuk ke dalam Kelurahan
                  Ngupasan, Kecamatan Gondomanan ini merupakan bagian dari Kawasan Cagar Budaya
                  Malioboro. Oleh karena itu pemerintah Kota Yogyakarta sedang berupaya untuk
                  menata kembali Kampung Ketandan. Tujuannya adalah untuk mengembalikan suasana
                  dan nuansa pecinan disana. Dengan demikian diharapkan bahwa Kampung Ketandan
                  dapat menjadi pusat budaya Tionghoa di Yogyakarta dan semakin menguatkan citra
                  Yogyakarta sebagai Kota Budaya.

                  Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta (PBTY)  menjadi gelaran rutin tiap tahun yang
                  diselenggarakan  selama  satu pekan oleh Pemerintah Kota Yogyakarta di Kampung
                  Ketandan sejak tahun 2006. Acara ini diselenggarakan untuk merayakan tahun baru
                  Cina (Cap Go Meh). Dalam helatan tersebut ditampilkan berbagai seni pertunjukkan
                  Tionghoa, seperti atraksi kesenian liong samsi, naga barongsai, wayang potehi, dan
                  lain-lain. Selain itu diadakan Jogja Dragon Festival, kirab budaya, bazar yang menjual
                  macam-macam  kuliner dan pernak-pernik Imlek, serta aneka perlombaan. Selama
                  PBTY berlangsung Kampung Ketandan juga dihias dengan berbagai ornamen bernuansa
                  Tionghoa.
   144   145   146   147   148   149   150   151   152   153   154