Page 106 - AKIDAH DAN ILMU KALAM E-BOOK
P. 106

satu Jama‟ah (Ahlu Sunnah Wal Jama‟ah). Keduanya dikenal sebagai sahabat Nabi

                   Muhammad shallallahu „alaihi wasallam yang senantiasa memelihara sunnah-sunnah
                   Rasulullah. Bahkan saat terjadinya kekuasaan Islam dari Khalifah Ali Bin Abi Talib

                   oleh Muawiyah, kedua Abdullah itu tidak masuk dalam perselisihan. Mereka memilih
                   hidup zuhud dan memfokuskan diri dalam ibadah-ibadh yang ketat (taqarrub) kepada

                   Allah  azza  wajalla.  Sikap  moderat  itu  kemudian  menjadi  ciri  dari  teologi  Ahlu

                   Sunnah  wal  Jama‟ah  atau  Sunni  (mengutip  Nurcholis  Majid;  Khazanah  Intelektual
                   Islam).


                       Generasi  pertama  Ahlus  Sunnah  adalah  para  Sahabat  Rasulullah  shallallahu
                   „alaihi  wasallam,  tabi‟in,  dan  setelah  tabi‟in  yang  dikenal  dengan  sebutan  Salaf.

                   Generasi selanjutnya adalah para ulama dari aliran Maturidiyah dan Asy‟ariyah serta
                   para ulama fiqih seperti Ahmad bin Hambal (wafat 241 H), Abu Hanifah, Malik Bin

                   Anas (wafat 179 H), Imam Syafi‟i, Imam Sufyan As Sauri, dan lain-lainnya.


                       Keberadaan aliran Ahlus Sunnah mulai kelihatan pengaruhnya saat mendapatkan
                   dukungan dari kekuasaan Daulah Abbasiyah yang dipimpin oleh Al-Mu‟tashim yang

                   tidak  ketat  dalam  persoalan  aliran  teologi.  Untuk  memperlihatkan  dukungannya,
                   Khalifah  Al-  Mutawakkil  yang  menjabat  setelah  Al-Mu‟tashim,  membebaskan

                   Ahmad bin Hambal dari tahanan dan menyatakan Mu‟tazilah sebagai aliran terlarang.

                   Bahkan  pejabat-pejabat  yang  masih  beraliran  Mu‟tazilah  diharuskan  bertobat  dan
                   masuk  kealiran  Ahlus  Sunnah.  Apabila  masih  bersikeras,  tak  segan-segan  mereka

                   disiksa hingga menyatakan kelaur dari keyakinannya.

                       Bahkan  seorang  Mu‟tazilah  yang  juga  pejabat hakim  Mesir  yang  bernama  Abu

                   Bakar  Muhammad  bin  Abi  Lais,  oleh  suruhan  Al  Mutawakkil  dijatuhi  hukuman

                   cambuk,  dicerca  dan  disiksa  sampai  hampir  mati.  Hal  itu  dilakukan  sebagai  balas
                   dendam atas penyiksaan terhadapnya   yang   dilakukan   Abu   Bakar   Muhammad

                   bin      Abi      Lais        saat  melakukan  mihnah.  Hampir  semua  tokoh  dan  pengikut
                   Mu‟tazilah pun dijatuhi hukuman mati dan sebagian dipenjarakan serta disiksa hingga

                   menyatakan keluar dari aliran Mu‟tazilah.


                       Tindakan kejam yang berbalut unsur politik dan kebencian terhadap aliran yang
                   berbeda  ini  menimpa  juga  pada  sejarawan  dan  ahli  tafsir  ternama,  Muhammad  bin

                   Jarir Ath-Thabari (wafat 311 H/923 M). Ulama Sunni ini disiksa karena menulis buku
                   “Ihtilafu Al Fiikaha” yang berisi tentang perbedan pendapat dalam fiqih, tetapi tidak




                                                           98
   101   102   103   104   105   106   107   108   109   110   111