Page 47 - Sun Flower Full Naskah
P. 47

harus  bangun jika yang dialaminya  sekarang adalah  mimpi.
          Tidak, jangan dulu, ia masih ingin berada di mimpi seperti ini.
          Namun, apa iya hanya mimpi? Ia bisa menyaksikan dengan jelas
          sinar matahari di sela-sela pepohonan yang bersalju. Kehanga-
          tan yang ia rasakan cukup nyata untuk disebut sebagai mimpi
          belaka.
                 “Dan kau? Suka permen rasa apa?” Kang Ji-Woo balik
          bertanya. Oh dear… percakapan dengan tema permen saja ke-
          napa bisa se-mendegupkan ini. Hae-Seol masih bersusah payah
          mengembalikan detak normal jantungnya.
                 “Jeruk,” jawab Hae-Seol singkat. “Oh ya? Kenapa?” en-
          tah jenis percapakan apa itu, namun Kang Ji-Woo bertanya lagi.
          “Karena kalau aku lagi bahagia, rasanya menjadi  manis.  Tapi
          ketika aku lagi sedih, rasanya menjadi asam,” dan itu juga entah
          jenis jawaban apa, namun yang pasti permen rasa jeruk yang
          dimakan Hae-Seol sekarang terasa sangat dan begitu manis. Ia
          benar-benar bahagia.
                 “Wah, Hyung-nim aku juga minta permen,”
          Ray melepas  earphone. Kang Ji-Woo berbalik  melihat ke kursi
          belakang dan memberikan permen pada Ray. Sejenak kemudi-
          an Hae-Seol panik “Oppa… Oppa… Kang Ji-Woo!” truk besar di
          hadapan mereka hilang kendali, ke arah kanan, kadang ke kiri.
          Klakson truk itu beberapa  kali dibunyikan.  Kang Ji-Woo juga
          bersusah payah mengelakkan sebab mereka ada di tikungan.
                 “Bruuk!!”
                 Mobil sedan merah yang dikendarai Kang Ji-Woo mena-
          brak pohon besar di pinggir jalan, truk besar itu menyenggol ba-
          gian belakang mobil. Kepala Hae-Seol tampak berlumuran dar-
          ah, Kang Ji-Woo terkulai lemas, dan Ray terhimpit pintu mobil
          yang remuk tertabrak truk. Kaca depan mobil yang pecah berke-
          ping-keping menimpa kepala Hae-Seol dan Kang Ji-Woo. Suasa-
          na itu mencekam, perjalanan mobil mereka tadi belum mencapai
          pusat kota, tak ada mobil lain yang lewat, di sana sepi. Hae-Seol
          masih tak mendapatkan kesadarannya. Tiba-tiba saja semuanya
          gelap, mengalir darah di jalanan yang bersalju. Bungkus permen
          jeruk masih di dalam genggaman tangan Hae-Seol yang berlu-
          muran darah. Barangkali jika dimakan sekarang, permen jerukn-

                                      41
   42   43   44   45   46   47   48   49   50   51   52