Page 17 - MODUL APRESIASI PROSA Berbasis kearifan Lokal Batak Toba
P. 17
di langit malam yang masih muda, menyiramkan kesejukan maaf ke
dalam dadanya.
Ia tersenyum, menganggukkan kepalanya. Cepat langkah-
langkahnya menuju hotel kecil tempat ia menginap. Bersiul kecil, ia
mengambil kunci kamarnya dari kantor pengusaha hotel.
“Agaknya kota kami menyenangkan Tuan?” sapa pengusaha hotel,
seorang janda gemuk, lewat lima puluhan.
“Sangat menyenangkan,” sahutnya. “Mungkin saya menetap di
sini.”
“Syukur.”
Otaknya cepat menghitung uang bayar makan per bulan yang akan
dimintanya dari tamu yang tampaknya selalu riang ini. Di kamar
mandi, dia ini senantiasa menyanyikan lagu-lagu yang kebetulan
juga kesukaannya. Tetapi ia sangat heran, ketika tamunya itu
menolak dipinjami gramofon bersama piringan hitam dari justru
lagu-lagu yang dinyanyikannya di kamar mandi itu.
“Saya suka Tuan menyukainya,” katanya kecewa.
“Menyukainya tak harus berarti kita menjadi budaknya.”
Ia berusaha keras jangan melukai hati perempuan itu.
“Tuan sakit?” tanya janda itu sejam kemudian mengetuk pintu
kamarnya. Di tangannya sepiring sup panas.
“Tidak,” sahutnya ramah. Hatinya mengutuk perempuan gemuk
jelek yang tampaknya ingin mengobral kebaikan hati itu.
“Mengapa Tuan tidak pergi jalan-jalan? Di musim begini, kota kami
paling indah.” Ia letakkan sup di atas meja. Dan, sambungnya genit,
“Kota kami terkenal wanita-wanita cantiknya.” Ia mengedipkan
mata kirinya.
“Mungkin besok. Tetapi malam ini, terang tidak.”