Page 20 - MODUL APRESIASI PROSA Berbasis kearifan Lokal Batak Toba
P. 20

“Ya. Tampaknya kau masih tetap kau juga,” kata istrinya.
            Ia terkejut. Suatu nada asing ditemuinya pada suara istrinya.
            “Mengapa kau terkejut?” tanya istrinya.
            “Kau bukan kau lagi.”
            “Aku masih saja… menunggu,” sahut istrinya.
            Ia berusaha memperdengarkan suara sungguh-sungguh.
            “Ya. Kulihat kemarin.”
            “Habis, kau suruh aku menunggu….”
              Tiba-tiba  mereka  merasa  yang  sepuluh  tahun  itu  telah
            menghadirkan dirinya antara mereka. Kehadiran, yang dipantulkan
            bintang-bintang di langit, yang berkedip telah jutaan tahun. Gong
            dalam  hati  sanubari  mereka  berbunyi.  Gong!  Yang  menyatakan
            gugurnya babak bagi mungkinnya mereka bersatu kembali di masa
            datang.
              Suatu benci mengental dalam dirinya. semua pada wanita yang
            tegak  di  sampingnya  ini  dibencinya.  Sangat  dibencinya!  Minyak
            wanginya, pupurnya, cat bibirnya, cat kukunya, gaunnya dari sutra
            hijau. Semua dari harga murah, dengan hanya tugas: merangsang
            birahi jalang pada laki-laki.
              Tiba-tiba saja ia memutuskan bagi  dirinya, bahwa wanita yang
            berjalan di sampingnya ini pada hakikatnya adalah sama saja dengan
            wanita-wanita  lainnya  yang  pernah  ditegurnya  di  kaki-kaki  lima.
            suatu rasa asing merebut dirinya. Napasnya mulai panas, sesak.
            “Mari!” bisiknya, padat dengan birahi.
            “Ke mana?” tanya istrinya. Pengalamannya selama sepuluh tahun
            ini cepat dapat menerka makna pegangan tangan dan tarikan napas
            laki-laki seperti itu.
            “Masa kau tak tahu. Ayo!”
   15   16   17   18   19   20   21   22   23   24   25