Page 102 - Majalah Peradilan Agama Edisi XI
P. 102
EKONOMI SYARIAH
Babak Baru Pembatalan
dan Eksekusi Putusan
Arbitrase Syariah
Kilas Balik 1999-2016 berharga berjangka menengah syari’ah, sekuritas syari’ah,
ermula sejak diberlakukannya Undang-Undang pembiayaan syari’ah, pegadaian syari’ah, dana pensiun
Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase lembaga keuangan syari’ah, dan bisnis syariah.
dan Alternatif Penyelesaian Sengketa yang Sejak diberlakukannya UU No. 30/2006 tersebut,
Bdiundangkan pada tanggal 12 Agustus 1999, sebagian besar publik meyakini bahwa jika terdapat
persoalan pembatalan dan eksekusi putusan arbitrase, sengketa atas kegiatan usaha yang dilakukan berdasarkan
termasuk arbitrase syariah, memasuki perjalanan yang prinsip syariah, maka penyelesaiannya secara litigasi
cukup berliku terkait kewenangan pengadilan yang dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan Peradilan
menjalankan fungsi pembatalan dan eksekusi tersebut. Agama. Hal ini semakin terkon irmasi ketika pada tanggal
Pasal 61 UU No. 30/1999 secara eksplisit menyatakan 16 Juli 2008, Presiden RI mengundangkan berlakunya
bahwa “Dalam hal para pihak tidak melaksanakan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan
putusan arbitrase secara sukarela, putusan dilaksanakan Syariah.
berdasarkan perintah Ketua Pengadilan Negeri atas Pasal 55 UU No. 21/2008 menyebutkan:
permohonan salah satu pihak yang bersengketa”. (1) Penyelesaian sengketa Perbankan Syariah dilakukan
Selanjutnya, Pasal 71 UU No. 30/1999 menyebutkan: oleh pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama.
“Permohonan pembatalan putusan arbitrase harus (2) Dalam hal para pihak telah memperjanjikan
diajukan secara tertulis dalam waktu paling lama 30 penyelesaian sengketa selain sebagaimana dimaksud
(tiga puluh) hari terhitung sejak hari penyerahan dan pada ayat (1), penyelesaian sengketa dilakukan sesuai
pendaftaran putusan arbitrase kepada Panitera Pengadilan dengan isi Akad.
Negeri.” Pasal 72 ayat (1) UU 30/1999 kemudian (3) Penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada
menegaskan bahwa “permohonan pembatalan putusan ayat (2) tidak boleh bertentangan dengan Prinsip
arbitrase harus diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri.” Syariah.
Berdasarkan ketentuan Pasal 61, 71 dan 72 UU No. Dengan diundangkannya UU Perbankan Syariah,
30/1999 itu sangat jelas dinyatakan bahwa pembatalan dan publik semakin meyakini bahwa semua sengketa yang
eksekusi putusan arbitrase, termasuk arbitrase syariah, berkaitan dengan prinsip syariah, penyelesaiannya secara
merupakan kompetensi absolut Pengadilan Negeri. litigasi dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan
Polemik mulai mengemuka ketika pada tanggal 20 Peradilan Agama. Banyak yang berpendapat, seluruh
Maret 2006, Presiden RI mengesahkan berlakunya Undang- aturan yang menyebut kata ‘pengadilan’, harus dibaca
Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas sebagai ‘pengadilan agama atau mahkamah syar’iyah’
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan ketika berkaitan dengan kewenangan penyelesaian
Agama. Pasal 49 UU No. 3/2006 menambah kewenangan syariah secara litigasi. Begitu juga dengan kewenangan
baru bagi Peradilan Agama dalam menyelesaikan pembatalan dan eksekusi putusan arbitrase seperti yang
sengketa. Kewenangan baru tersebut adalah kewenangan diatur dalam UU No. 30/1999. Dengan diundangkannya
memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara di UU No. 30/2006 dan UU No. 2/2008, maka kewenangan
bidang ekonomi syariah. pembatalan dan eksekusi putusan arbitrase syariah
Phrase ‘ekonomi syariah’ ini mencakup banyak hal merupakan kewenangan peradilan agama.
yang terkait dengan kegiatan yang berbau syariah. Seperti Meskipun demikian, di tataran praktis penanganan
dinyatakan dalam Penjelasan Pasal 49 UU No. 3/2006, pembatalan dan eksekusi putusan arbitrase syariah,
yang dimaksud dengan ekonomi syariah adalah perbuatan pendapat di atas belum dapat dijalankan sepenuhnya
atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip karena adanya perbedaan aturan yang secara eksplisit
syari’ah, antara lain meliputi: bank syari’ah, lembaga antara UU No. 30/1999 dengan UU No. 30/2006 dan UU
keuangan mikro syari’ah, asuransi syari’ah, reasuransi No. 2/2008. Menyikapi hal tersebut, Ketua Mahkamah
syari’ah, reksa dana syari’ah, obligasi syari’ah dan surat Agung RI, waktu itu dijabat oleh Prof. Dr. Bagir Manan, S.H.,
100 MAJALAH PERADILAN AGAMA Edisi 11 | April 2017