Page 38 - C:\Users\danang\Documents\Flip PDF Professional\BUKU-TUNAS-PANCASILA\
P. 38
TUNAS PANCASILA
keseluruhan. Jauh lebih dalam, Pancasila di sisi K.H.A. Wachid Hasjim, H.A. Salim, K. A.
mereka tidak lebih adalah tameng politik untuk Sanusi dan Dr. Samsi. Daripada pemuda yang
mendapatkan dan mengukuhkan kekuasaan semata akan menjadi calon pendobrak Proklamasi adalah
untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya
semata. Hal-hal seperti inilah yang seolah membuat 3 orang yang hadir yaitu Yang Mulia Menteri
Pancasila “jauh panggang daripada api” dan pada Veteran Chairul Saleh, Saudara Adam Malik,
akhirnya bangsa ini menemui kesulitan yang luar Saudara Soekarni Anggota Dewan Nasional dan
biasa untuk bangkit secara otentik dan terhormat beberapa orang lagi yang nanti bersama-sama
sebagai sebuah bangsa yang merdeka dan akan mendobrak Proklamasi pada tanggal 17
berdaulat. Beruntunglah generasi yang mengalami
peristiwanya secara langsung. Mereka mengikuti Agustus 1945. Dari 68 orang itu sampai hari ini
perkembangan Pancasila dalam kurun yang sudah 18 orang yang telah meninggal. Jadi tinggal
sangat dekat dengan momentumnya. Apa yang lagi yang masih hidup 50 orang.
disampaikan oleh orang pertama atas suatu kisah
menjadi sangat hidup, karena dia menyaksikannya. Dari 50 orang itu adalah pada waktu ini 4 orang
As’ad Said Ali mengungkapkannya dengan
kalimat bahwa para pendiri bangsa berusaha di luar negeri yaitu Mr. Alex Maramis Duta Besar
menghadirkan “bangsa Indonesia” sebagai sesuatu Indonesia di Moskow, Mr. Susanto Tirtoprodjo
yang nyata dan diterima sebagai apa adanya Duta Besar Indonesia di Paris, Mr. Achmad
(2009: 57). Menghadirkan sesuatu yang belum ada Soebardjo Duta Besar Indonesia di Swiss, dan
menjadi nyata hanya dapat dirasakan oleh saksi Saudara Adam Malik anggota Dewan Perwakilan
mata (phenomenon of first person). Bisa kita simak
kesaksian Muhammad Yamin atas peristiwa 1 Juni Rakyat yang pada waktu ini kebetulan ada di
hari lahir Pancasila. Sebagai orang yang terlibat luar negeri. Dokumen para hadirin telah saya
langsung peristiwanya, pidato tahun 1958 tersebut sampaikan kepada Kementerian Penerangan
seperti kisah yang hidup. yaitu yang ditulis dalam huruf Romawi dan
Katakana.
“Marilah saya gambarkan kini suasana nasional
dan internasional pada tanggal 1 Juni 1945 itu.
Yang hadir dalam rapat itu adalah 68 anggota Satu persatu saya pelajari nama 50 orang yang
orang Indonesia. Adalah dua orang yang masih hidup itu. Dengan rasa bangga saya
memimpinnya yaitu yang pertama almarhum Dr. melihatnya, bahwa dari anggota yang masih
Radjiman Wediodiningrat dengan didampingi hidup tiadalah satu orang yang mengkhianat
oleh R.P. Suroso. Ruangan itu dibagi atas sayap kepada Republik atau yang menyeleweng ke
kiri dan sayap kanan yaitu sebelah kanan dan pihak Belanda. Dari masyarakat kaum sahabat
sebelah kiri Ketua Dr. Radjiman. Tiap-tiap Pancasila yang menghadiri rapat Pejambon pada
sayap dibagi atas beberapa rentengan kursi, dan tanggal 1 Juni 1945 itu benar-benar meninggalkan
tiap kursi dibagi atas dua tempat. Bung karno dengan rasa kebanggaan suatu bingkisan budi
duduk di sayap kiri, di kursi yang paing kiri yang teguh dan kuat dalam perjuangan Revolusi
dan di tempat yang paling kiri pula. Walaupun 13 tahun yang lampau…” (Kementerian
namanya dimulai dengan huruf S. yang hadir Penerangan RI, 1958: 8-9)
pada waktu itu ialah diantaranya Dr Moh.
Hatta, bekas Wakil Presiden dan Mr. Sartono
yang sekarang menjadi Ketua Dewan Perwakilan
Rakyat. Kyai Masjkur ikut hadir dan juga Dr.
Soekiman Wirjosandjojo bersama-sama empat
orang pemimpin Indonesia lain yang telah wafat:
24