Page 52 - C:\Users\danang\Documents\Flip PDF Professional\BUKU-TUNAS-PANCASILA\
P. 52

TUNAS PANCASILA


            berpikir, maka ia sejatinya telah memilih menutup   dalam pikiran kita semata dan lepas dari realitasnya
            potensi yang  ada  padanya,  menutup  potensi itu   maka gugurlah  makna Pancasila sebagai  sistem
            sama saja  dengan  menempatkannya  lebih rendah   filsafat.  Sesuatu  kata  atau  istilah  jika  dikaitkan
            dari hewan ternak. Sebaliknya, mereka yang berpikir   dengan  realitasnya  maka sudah masuk pada
            dan menggunakan  akalnya dengan tepat,  Tuhan    dimensi  filsafat.  Untuk  memudahkan  penjelasan
            akan meninggikan kedudukannya beberapa derajat.   baiknya  kita mulai dengan  keadaan  yang  dimiliki
            Karena  hanya  melalui  berpikir yang sungguh-   oleh manusia. Bahwa Manusia memiliki  daya
            sungguhlah sebuah ilmu pengetahuan akan muncul,   inderawi, daya imajinasi, daya rasio dan daya intuisi
            dan dengan ilmu pengetahuan itu pula peradaban   untuk eksistensinya. Setiap daya memiliki karakter
            bisa hadir  di tengah-tengah manusia. Dengan     dan  implikasinya  masing-masing. Keseluruhannya
            pikiran pula seseorang  akan mampu memahami      merupakan  anugerah  yang  telah diberikan  oleh
            kemanusiaan dirinya,  dalam hal ini kemanusiaan   Tuhan YME. Melalui segenap daya  inilah manusia
            dirinya sebagai manusia Indonesia sebagaimana    membangun kesadarannya sendiri dengan diri dan
            tertulis dalam Pancasila. Ini memberikan petunjuk   lingkungannya  atau  dengan  realitasnya.  Termasuk
            bahwa kemanusiaan Indonesia baru bisa dipahami   manusia Indonesia yang terhubung dengan realitas
            dan   diwujudkan   ketika  seseorang  memiliki   Pancasila.
            kemampuan dan pengetahuan  yang  benar.  Selain
            itu, ia juga berusaha  untuk mengamalkan dan
            mewujudkannya dalam realitas kehidupan ini.

            Dari  sini, disadari  bahwa  aspek yang  seringkali
            merumitkan adalah  hubungannya  dengan  realitas
            kehidupan kita dengan cara ketiga seperti tersebut di
            atas. Sunoto dalam mengurai aspek wujud Pancasila
            yang dimaksud merupakan bagian dari pendekatan
            ontologi yang terdiri  dari esensi, substansi  dan
            realita. Esensi terkait dengan intisari kata-kata seperti
            kata ketuhanan, kata kemanusiaan, kata persatuan,
            kata kerakyatan, kata keadilan. Substansi Pancasila
            terkait dengan hal bukti fisik kebendaan dan atau
            non  fisik  seperti  bukti  tradisi  atau  kebudayaan
            (2000: 59-71). Bagaimana sila-sila  Pancasila
            menggambarkan     kemandirian   masing-masing
            sekaligus merupakan  satu  kesatuan  pada  dunia
            nyata? Secara  konseptual pikiran sila-sila  tersebut
            tersusun  namun  dalam  dunia nyata  tergantung
            pada  Tuhan  (Anton  Bakker,  1992: 38).  Dengan
            kata lain pada dunia nyata  semuanya bergantung
            pada  kesempurnaan  wujud Tuhan  namun secara
            konseptual terdapat  dimensi  Tuhan  dan dimensi
            manusia pada  lima sila Pancasila (Daniel Zuchron,
            2017: 236). Sunarjo Wreksosuhardjo menyebutnya
            yang ada dalam Pancasila hanya tiga hal saja Tuhan,
            manusia  dan benda (2004: 42). Pada aspek dunia
            kenyataan Pancasila inilah terjadi kemusykilan yang
            berusaha dipahami.


            Pengertian  atau makna suatu kata  selalu tersusun
            dari  dua  dimensi: dimensi yang  dibangun  dalam
            pikiran kita dan dimensi  realitas  yang ada di luar
                                                                       Sumber Foto: Direktorat Sekolah Dasar, Kemendikbud
            pikiran.  Jika  Pancasila  hanya  bangunan  pikiran
                                                                                                        38
   47   48   49   50   51   52   53   54   55   56   57