Page 60 - modul Pembelajaran Studi AGama kontemporer
P. 60
pandangan dunia secara terus menerus diperbarui sesuai dengan perubahan
evolusioner sejarah. Jadi, sekularisasi merupakan proses keterbukaan pandangan
pada nilai-nilai yang berlangsung tiada ujung –yang selalu berevolusi- sesuai
dengan zaman dan keadaan manusia. Ada tiga komponen integral yang ada
dalam sekularisasi, yaitu : 1. Disentchantmen of nature 2. Desacralization of
politics 3. Deconsecration of values.
Biasanya Sekularisasi disamakan dengan Sekularisme walaupun
sebenarnya keduanya berbeda, karena keduanya menawarkan jawaban yang
berbeda. Sekularisasi muncul sebagai dampak dari proses modernisasi yang
terjadi pada masa pencerahan. Hal ini terjadi di dunia Barat ketika nalar Agama
(The Age of Religion) digantikan oleh nalar akal (The Age of Reason).
Sedangkan Sekularisme adalah pemusatan pikiran pada dunia atau materi lebih
banyak dari pada dunia spiritual. Masyarakat sekular hanya memikirkan
59
kehidupan dunia dan benda-benda materi .
Perbedaan antara Sekularisasi dan Sekularisme terletak pada komponen
yang ketiga, yakni Deconsecration of values. Jika dalam sekularisasi, semua
nilai-nilai bersifat nisbi, selalu berubah-ubah, dan tidak pernah mutlak. Maka,
sekularisme tidak pernah mendekonsekrasikan nilai-nilai (Deconsecration of
values) karena ia membentuk sebagai sistem nilai sendiri dengan maksud agar
60
dipandang sebagai mutlak dan final.
Jadi, Sekularisme tidak seperti sekularisasi yang menisbikan semua nilai
dan memberikan keterbukaan bagi perubahan. Dari alasan inilah mereka (barat)
menanggap sekularisme sebagai ancaman yang harus diwaspadai dan diawasi
oleh negara agar tidak menjadi ideologi negara.
B. Sejarah Sekularisme
Peradaban barat pernah mengalami masa pahit, yang mereka sebut “the
dark ages” atau zaman kegelapan. Zaman itu dimulai ketika Imperium Romawi
barat runtuh pada tahun 476 dan digantikan mulai munculnya gereja sebagai
59 M Syukri Ismail, kritik terhadap sekularisme (pandangan yusuf qhordawi), Juenal Kontekstualita
2014, Vol 29, No 1, Hal. 103.
60 Syed Naquib Al Attas, op.cit hal. 23.
56