Page 467 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 6 OKTOBER 2020
P. 467
Selain dianggap banyak memuat pasal kontroversial , RUU Cipta Kerja dinilai serikat buruh
hanya mementingkan kepentingan investor.
Secara substansi, RUU Cipta Kerja adalah paket Omnibus Law yang dampaknya paling
berpengaruh pada masyarakat luas, terutama jutaan pekerja di Indonesia.
Hal ini yang membuat banyak serikat buruh mati-matian menolak RUU Cipta Kerja .
Pemerintah dan DPR kejar tayang Pemerintah dan DPR juga dianggap kejar tayang
menyelesaikan Omnibus Law RUU Cipta Kerja .
RUU ini digadang-gadang dapat menarik minat investor asing menanamkan modal di Tanah Air
sehingga bisa mengatrol pertumbuhan ekonomi di masa pandemi Covid-19.
Pemerintah dan Baleg DPR RI memang sempat menunda pembahasan Klaster Ketenagakerjaan
ini setelah mendapat perintah resmi dari Presiden Joko Widodo pada 24 April lalu.
Hal ini untuk merespons tuntutan buruh yang keberatan dengan sejumlah pasal dalam klaster
tersebut.
Sejumlah pasal dari RUU Omnibus Law dianggap serikat buruh akan merugikan posisi tawar
pekerja.
Salah satu yang jadi sorotan adalah penghapusan skema upah minimum UMK yang diganti
dengan UMP yang bisa membuat upah pekerja lebih rendah.
Lalu, buruh juga mempersoalkan Pasal 79 yang menyatakan istirahat hanya 1 hari per minggu.
Ini artinya, kewajiban pengusaha memberikan waktu istirahat kepada pekerja atau buruh makin
berkurang dalam Rancangan Undang-Undang Omnibus Cipta Kerja .
Jika disahkan, pemerintah dianggap memberikan legalitas bagi pengusaha yang selama ini
menerapkan jatah libur hanya sehari dalam sepekan.
Sementara untuk libur dua hari per minggu, dianggap sebagai kebijakan masing-masing
perusahaan yang tidak diatur pemerintah.
Hal ini dinilai melemahkan posisi pekerja.
"Istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu," bunyi Pasal
79 RUU Cipta Kerja .
Ketentuan di RUU Cipta Kerja ini berbeda dengan regulasi sebelumnya, UU 13 tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan, di mana pengusaha wajib memberi waktu istirahat mingguan, satu
dan dua hari bagi pekerjanya.
"1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau 2 (dua) hari untuk 5 (lima)
hari kerja dalam 1 (satu) minggu," bunyi Pasal 79 UU Nomor 13 Tahun 2003.
Beberapa ketentuan juga dianggap kontroversial antara lain terkait pekerja kontrak (perjanjian
kerja waktu tertentu/PKWT), upah, pesangon, hubungan kerja, mekanisme pemutusan
hubungan kerja (PHK), penyelesaian perselisihan hubungan industrial, serta jaminan sosial.
Apa itu Omnibus Law ? Secara terminologi, omnibus berasal dari bahasa Latin yang berarti
untuk semuanya.
Dalam konteks hukum, artinya Omnibus Law adalah hukum yang bisa mencakup untuk semua
atau satu undang-undang yang mengatur banyak hal.
466