Page 73 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 9 FEBRUARI 2021
P. 73

Penetapan UMK juga mengacu pada syarat bila nilai selisih pertumbuhan ekonomi dan inflasi
              suatu daerah selalu positif dan lebih tinggi dibandingkan dengan nilai provinsi selama tiga tahun
              terakhir.

              Dari  sisi  pengusaha,  ketentuan  penetapan  upah  minimum  tersebut  dipandang  lebih
              mencerminkan  kondisi  perekonomian  dan  ketenagakerjaan  di  daerah.  Dengan  demikian,
              penciptaan lapangan kerja bisa lebih didorong.

              “Ketentuan kali ini lebih mencerminkan kondisi riil kemampuan ekonomi dan ketenagakerjaan
              daerah,” kata Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta W. Kamdani
              saat dihubungi, Minggu (7/2/2021).

              Shinta menjelaskan formula baru tidak akan menyebabkan upah minimum menjadi fluktuatif
              atau makin tertekan. Dia pun memastikan penetapan akan mengacu pada data-data yang dirilis
              oleh BPS.

              “Dengan adanya 3 variabel berupa paritas daya beli, penyerapan tenaga kerja, dan median upah
              ini bisa mengurangi kesenjangan upah minimum antarwilayah,” lanjutnya.

              Selain  mengurangi  kesenjangan  ini,  formula  baru  juga  akan  memacu  pertumbuhan  upah
              minimum di wilayah yang relatif masih rendah dibandingkan dengan standar hidup di wilayah
              tersebut. Formula baru ini juga disebutnya bisa menahan laju pertumbuhan upah minimum di
              wilayah yang sudah terlalu tinggi dibandingkan dengan standar hidup.

              Berbeda  dengan  regulasi  pengupahan  sebelumnya,  RPP  Pengupahan  menyebutkan  upah
              minimum  ditetapkan  berdasarkan  kondisi  ekonomi  dan  ketenagakerjaan,  sedangkan  upah
              minimum  kota/kabupaten  ditentukan  berdasarkan  pertumbuhan  ekonomi  atau  inflasi
              kota/kabupaten yang bersangkutan.

              Adapun kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan yang dimaksud mengacu pada variabel paritas
              daya beli, tingkat penyerapan tenaga kerja, dan median upah yang datanya bersumber dari BPS.

              Ketentuan ini berbeda dengan PP No. 78/2015 tentang Pengupahan yang menyebutkan upah
              minimum mengacu pada standar kehidupan layak dan dengan memperhatikan produktivitas dan
              pertumbuhan  ekonomi.  Di  sisi  lain,  penyesuaian  upah  minimum  setiap  tahun  pun  dihitung
              berdasarkan pertumbuhan ekonomi dan inflasi.

              Dihubungi terpisah, Direktur Pengupahan Kementerian Ketenagakerjaan Dinar Titus Jogaswitani
              mengemukakan formulasi baru akan diterapkan pada kabupaten/kota yang belum memiliki upah
              minimum kota/kabupaten.

              “Jadi jika daya beli di daerah tersebut makin bagus, upahnya akan mengikuti. Kalau tingkat
              pengangguran sedikit artinya penyerapan tenaga kerja bagus, dengan demikian upah juga lebih
              baik,” kata Dina saat dihubungi, Minggu (7/2/2021).

              Variabel baru dalam penghitungan UMP yang didasari atas survei BPS ini disebut Dinar juga akan
              merefleksikan tingkat kemampuan pengusaha memberi upah pada pekerja pemula. Selain itu,
              formulasi terbaru dia sebut akan lebih adil, baik bagi pekerja maupun pemberi kerja.

              “Ini nantinya akan lebih adil. Sebelumnya ketika daya beli suatu daerah rendah tetapi UMK harus
              lebih tinggi dari UMP, perusahaan tidak mampu bayar. Padahal tidak ada penangguhan,” kata
              Dinar.
              JKP Jadi Jaring Pengaman?

              Sebagaimana tertuang dalam RPP, manfaat JKP akan diberikan dalam bentuk uang tunai, akses
              informasi pasar kerja, dan pelatihan kerja. Regulasi ini pun menegaskan bahwa manfaat bisa
                                                           72
   68   69   70   71   72   73   74   75   76   77   78