Page 240 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 11 JUNI 2021
P. 240

Implementasi Jaminan Sosial Dengan instrumen jaminan sosial diharapkan nilai-nilai Pancasila
              terimplementasi,  khususnya  sila  Keadilan  Sosial  bagi  Seluruh  Rakyat  Indonesia.  Namun
              pelaksanaan jaminan sosial selama ini belum sepenuhnya mengacu pada nilai-nilai Pancasila.

              Pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), dari aspek regulasi operasional dan
              implementasinya, masih belum menjamin akses rakyat mendapat pelayanan sepenuhnya.

              Ada  pelayanan  kesehatan  yang  sebelumnya  dijamin  JKN,  namun  dihapuskan  di  Peraturan
              Presiden No 82/2018 sehingga korban tindak pidana penganiayaan, kekerasan seksual, korban
              terorisme, dan tindak pidana perdagangan orang tidak dijamin lagi oleh JKN. Demikian juga ada
              beberapa  jenis  obat yang  sebelumnya dijamin tetapi  kemudian dikeluarkan  dari  formularium
              nasional sehingga tidak dibiayai lagi oleh JKN.

              Masih banyak rakyat miskin yang tidak mendapatkan jaminan Kesehatan karena sulit mengakses
              menjadi  peserta  Penerima  Bantuan  Iuran  (PBI),  baik  yang  dibiayai  pemerintah  pusat  atau
              daerah.  Pandemi  Covid-19  pun  mendorong  penduduk  miskin  meningkat.  Menurut  Data  BPS,
              persentase penduduk miskin perkotaan pada Maret 2020 sebesar 7,38%, naik menjadi 7,88%
              pada September 2020.

              Sementara  persentase  penduduk  miskin  perdesaan  pada  Maret  2020  sebesar  12,82%,  naik
              menjadi 13,20% pada September 2020. Rakyat miskin pun yang didaftarkan ke PBI kerap kali
              dinonaktifkan sepihak tanpa pemberitahuan sehingga tidak bisa digunakan di fasilitas kesehatan.

              Demikian juga rakyat miskin yang didaftarkan ke PBI tidak langsung terinformasikan sehingga
              mereka tidak tahu kalau sudah menjadi peserta PBI. Kualitas komunikasi pemerintah dan peserta
              PBI relatif rendah.

              Pasien JKN pun kerap kali mendapatkan perlakuan diskriminatif karena fasilitas kesehatan lebih
              menyukai pasien umum, masih ada yang dimintai bayaran, disuruh membeli obat sendiri, diminta
              pulang dalam kondisi belum layak pulang, dan sebagainya. Perlakuan tersebut sudah terjadi
              sejak awal beroperasinya JKN hingga saat ini, namun belum mampu ditangani secara sistemik.

              Pelaksanaan program jaminan sosial ketenagakerjaan pun diwarnai oleh perlakuan diskriminatif.
              Jaminan Pensiun (JP) dan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) hanya bisa dinikmati oleh pekerja
              penerima  upah,  sementara  pekerja  migran  Indonesia  (PMI),  pekerja  bukan  penerima  upah
              (PBPU)  dan  pekerja  jasa  konstruksi  (Jakon)  yang  memang  juga  peserta  aktif  di  BPJS
              Ketenagakerjaan tidak mendapatkan dua program ini. Padahal manfaat kedua program tersebut
              sangat dibutuhkan dan akan mendukung kesejahteraan PMI, PBPU dan Jakon.

              Pekerja informal miskin yang memang sangat membutuhkan Program Jaminan Kecelakaan Kerja
              (JKK) dan Jaminan Kematian (JKm) belum juga didaftarkan oleh pemerintah sebagai peserta PBI
              di  BPJS  Ketenagakerjaan.  Kecelakaan  kerja  yang  mereka  alami  sering  tidak  mendapatkan
              jaminan  JKN  lagi  karena  kecelakaan  kerja  dianggap  sebagai  tanggungjawab  BPJS
              Ketenagakerjaan, padahal mereka belum menjadi peserta di BPJS Ketenagakerjaan. Hal ini yang
              menyebabkan pekerja miskin yang mengalami kecelakaan kerja akan mengalami kesulitan untuk
              pembiayaan kuratifnya.

              Pelaksanaan program JKK dan JKm bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) dan TNI-Polri seharusnya
              diserahkan  ke  BPJS  Ketenagakerjaan  sesuai  Peraturan  Presiden  (Perpres)  No  109/2013  agar
              seluruh pekerja bergotong royong, namun hingga saat ini kedua program tersebut masih dikelola
              oleh PT Taspen dan PT Asabri. Ego sektoral masih dominan sehingga Perpres No 109/2013 tidak
              dipatuhi.

              Persoalan di atas, baik dari sisi regulasi dan implementasi, tentunya mengambarkan pelaksanaan
              jaminan sosial masih belum menerapkan sepenuhnya nilai-nilai Pancasila. Persoalan tersebut


                                                           239
   235   236   237   238   239   240   241   242   243   244   245