Page 315 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 8 OKTOBER 2020
P. 315
Diakui Ida, klaster ketenagakerjaan merupakan klaster yang banyak sekali terjadi distorsi
informasi di masyarakat. Ida menjelaskan UU Ciptaker di klaster ketenagakerjaan dijelaskan
pasal 82.
"Di mana disebutkan pasal ini bertujuan untuk perlindungan kepada tenaga kerja dan
meningkatkan peran dan kesejahteraan pekerja atau buruh," kata Ida. Namun tetap merujuk
beberapa ketentuan dalam UU nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, UU nomor 40
Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan UU nomor 24 tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial dan UU nomor 18 tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja
Migran Indonesia.
Jadi, kata Ida, UU Ciptaker klaster ketenagakerjaan ini dimaksudkan untuk memberikan
penguatan perlindungan kepada tenaga kerja dan meningkatkan peran dan kesejahteraan
pekerja atau buruh dalam mendukung ekosistem investasi. Kemudian yang dipatuhi dalam
penyusunan klaster ketenagakerjaan.
Beberapa hal yang menurut Ida perlu diluruskan karena terjadi distorsi informasi pada klaster
ketenagakerjaan. Pertama tentang UU Ciptaker tetap mengatur syarat-syarat dan perlindungan
hak bagi pekerja atau buruh PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu), yang menjadi dasar dalam
penyusunan perjanjian kerja.
Di samping itu juga, kelas Ida, UU Ciptaker tetap mengatur perlindungan tambahan berupa
kompensasi pekerja atau buruh pada saat berakhirnya PKWT. Jadi ketentuan syarat-syarat itu
tetap diatur sebagaimana UU Nomor 13 tahun 2003.
"Ada tambahan baru yang tidak dikenal dalam UU 13 no. 2003 yang itu adalah justru memberikan
perlindungan kepada para pekerja PKWT, yaitu adanya kompensasi kepada pekerja atau buruh
pada saat berakhirnya PKWT," ungkapnya.
Kemudian, Menaker juga menegaskan syarat-syarat dan perlindungan hak bagi pekerja atau
buruh dalam kegiatan alih daya atau outsourcing masih tetap dipertahankan. Bahkan UU Ciptaker
memasukkan prinsip pengalihan perlindungan hak bagi pekerja atau buruh, apabila terjadi
pergantian perusahaan alih daya, sepanjang objek pekerjanya masih ada. "Ini juga sesuai
dengan putusan MK nomor 27 tahun 2011," katanya.
Di samping itu, lanjut dia, pengawasan juga dialamatkan ke perusahaan outsourcing UU Ciptaker
yang akan mengatur syarat-syarat perizinan terhadap perusahaan outsourcing yang terintegrasi
dalam sistem online single submission (OSS). Sehingga UU Ciptaker ini bisa mengontrol
perusahaan outsourcing yang tidak terdaftar. Dengan UU ini pengawasan outsourcing bisa
dilakukan dengan baik karena terdaftar harus terdaftar dalam sistem OSS.
Berikutnya, ketentuan mengenai waktu kerja dan waktu istirahat. Ida menyebut di poin ini
banyak sekali terjadi distorsi informasinya. Padahal ini tetap diatur sebagaimana UU no.13 tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan, dengan menambah ketentuan baru mengenai pengaturan waktu
kerja dan waktu istirahat pada sektor usaha dan pekerjaan tertentu.
"Ini kenapa diatur, jadi undang-undang yang eksis tetap ada, tetapi kita mengakomodir tuntutan
perlindungan bagi pekerja atau buruh pada bentuk-bentuk hubungan kerja dan sektor tertentu,
yang di era ekonomi digital saat ini berkembang sangat dinamis," paparnya.
Kemudian UU Ciptaker ini, jelas Menaker, tetap mengatur hak-hak perlindungan upah bagi
pekerja atau buruh. Sebagaimana peraturan perundnag-undangan existing UU No 13 Tahun
2003 dan PP No 78 Tahun 2015. "Jadi banyak yang berkembang bahwa, upah minimum dihapus.
Padahal upah minimum ini tetap diatur dan ketentuannya juga tetap mengacu pada uu 13 tahun
2003 dan PP 78 tahun 2015," tegasnya.
314

