Page 44 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 8 FEBRUARI 2021
P. 44
Menyikapi jumlah kematian ABK WNI sepanjang 2020 yang dilansir Destructive Fishing Watch
(DFW), Antonius mengingatkan, pembenahan dari hulu bisa dilakukan dengan menerapkan
mekanisme pemberangkatan satu pintu. "Semua agar (pemberangkatan) satu pintu, bisa
dibentuk desk bersama antara Kemenaker (Kementerian Tenaga Kerja), Kemhub (Kementerian
Perhubungan), Kemdagri (Kemnetrian Dalam Negeri) dan pemda. Jika perlu keluarkan SKB (surat
keputusan bersama) tiga menteri," kata Antonius, di Jakarta, Minggu (7/2/2021).
Selain itu kata dia, diperlukan pendataan dan pembinaan ship manning agency . Artinya, agency
harus dibina dan diawasi agar hanya memberangkatan ABK yang tersertifikasi. "Sediakan kontrak
kerja yang jelas, asuransi, dan lain-lain," kata dia.
Menurutnya, jika ada ship manning agency yang terlibat TPPO perlu dibina, bahkan jika perlu
dicabut izin operasionalnya. "Data ship manning agency yang terindikasi terlibat TPPO, antara
lain ada di LPSK dan pengadilan" ujarnya.
Dia juga mengingatkan persoalan pemenuhan hak ABK WNI yang menjadi korban TPPO.
Khususnya restitusi atau ganti kerugian dari pelaku kepada korban. Restitusi ini yang juga harus
menjadi perhatian semua stakeholder. Sebab, lanjut Anton, dengan restitusi korban bisa
mendapatkan hak-hak ketenagakerjaannya karena salah satu komponen dalam perhitungan
restitusi adalah gaji yang belum dibayarkan.
Atas kondisi itu, regulasi tentang restitusi harus dilakukan perubahan. Terutama Pasal 50 (4) UU
No. 21/2007 tentang restitusi dapat diganti dengan pidana kurungan juga harus diubah. Tidak
hanya itu, penyusunan aturan pelaksana tentang penyitaan dan pelelangan kekayaan pelaku
TPPO untuk membayar restitusi harus segera diselesaikan. "Dalam konteks penegakan hukum,
perlu mendorong proses hukum terhadap korporasi yang terbukti terlibat TPPO," ucapnya.
Catatan LPSK, pada tahun 2020, persentase restitusi bagi korban tindak pidana relatif kecil. Dari
total perhitungan restitusi yang dilakukan LPSK selama tahun 2020 sebesar Rp 7,909 miliar, yang
diputus dan dikabulkan hakim berjumlah Rp 1,345 miliar. Sedangkan yang dibayarkan pelaku
hanya berjumlah Rp 101,7 juta.
Sumber: BeritaSatu.com.
43