Page 193 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 15 OKTOBER 2020
P. 193
"Cuti bagi para pekerja atau buruh di UU Cipta Kerja ini juga tidak menghilangkan hak istirahat
saat haid, sakit, saat melahirkan yang telah diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan. Jadi
tidak benar (tak mendapat hak cuti ketiga itu). Jadi, ketentuan itu tetap berlaku sebagaimana
ketentuan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003," katanya dalam tayangan virtual, Rabu
(14/10/2020).
Kembali dirinya menegaskan, selama tidak tertulis atau tidak diatur di dalam UU Cipta Kerja
maka pemberi kerja maupun buruh/pekerja masih mengacu UU Ketenagakerjaan .
"Yang tidak diatur di Undang-Undang Cipta Kerja yang itu merupakan ketentuan di Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2003, sepanjang tidak dihapus, sepanjang tidak diatur ulang maka
ketentuan yang ada di Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tetap berlaku sebagai ketentuan-
ketentuan," ucapnya.
Dalam pasal 81 UU Ketenagakerjaan, pekerja wanita dalam masa haid bisa diberikan hak cuti
pada hari pertama dan kedua saat haid datang.
"Pekerja/buruh perempuan yang dalam masa haid merasakan sakit dan memberitahukan kepada
pengusaha, tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua pada waktu haid," bunyi ayat (1)
pasal 81.
Hak mengajukan cuti saat menstruasi, masuk dalam perjanjian kerja, sehingga perusahaan tak
bisa menolak pengajuan cuti datang bulan dari pekerjanya.
"Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam perjanjian kerja,
peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama," bunyi ayat (2) UU tersebut.
Dengan dasar UU Nomor 13 Tahun 2003, jelas tertera bahwa hak cuti selama menstruasi dimiliki
pekerja wanita setiap bulannya selama satu sampai dua hari yang tertuang dalam perjanjian
bersama atau PKB yang sifatnya mengikat kedua belah pihak.
192