Page 211 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 15 OKTOBER 2020
P. 211

UU CIPTA KERJA DINILAI SEIMBANGKAN KEPENTINGAN BERBAGAI PIHAK

              Menko Perekonomian Airlangga Hartarto (kanan) bersama Menkumham Yasonna Laoly (tengah)
              dan Menteri Keuangan Sri Mulyani (kiri) menghadiri pembahasan tingkat II RUU Cipta Kerja pada
              Rapat Paripurna DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (5/10/2020). (ANTARA FOTO/Hafidz
              Mubarak A)

              Undang-Undang (UU) Cipta Kerja dinilai sudah menyeimbangkan kepentingan berbagai pihak,
              termasuk pengusaha, buruh, dan UMKM. Hal ini disampaikan Wakil Ketua Umum (Waketum)
              Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Shinta Widjaja Kamdani.

              Shinta menyayangkan apabila masih ada resistensi terhadap regulasi tersebut, karena UU Cipta
              Kerja dapat membuat Indonesia bersaing secara ekonomi di tingkat dunia.

              "Kami  menyatakan  sangat  menyayangkan  banyak  pihak-pihak  yang  benar-benar  tidak  tahu
              secara substansi UU ini sehingga banyak salah persepsi. Dan ini menimbulkan mindset yang
              tidak bisa diubah," katanya dalam pernyataan di Jakarta, dilansir dari Antara, Rabu (14/10).

              Shinta mengatakan, semua pihak membutuhkan Omnibus Law karena selama ini permasalahan
              utama  dalam  proses  berusaha  adalah  aspek  struktural  sehingga  membutuhkan  reformasi
              menyeluruh.

              "Indonesia mau menjadi negara maju, ekonomi lima besar dunia, kita harus perhatikan agar
              keluar dari middle income trap, pertumbuhan PDB 7,4 triliun Dolar AS. Cita-cita ini sangat indah,
              tetapi kita harus tahu bagaimana mencapai ini," sebutnya.

              Menurut dia, situasi saat ini juga tidak menguntungkan karena sebagian besar usaha di berbagai
              sektor ekonomi terdampak Covid-19 dan menyebabkan tingginya angka pengangguran.

              Di sisi lain, Indonesia masih belum memiliki daya saing yang dibutuhkan untuk mentas di tingkat
              global, karena investor asing, lokal, maupun UMKM belum percaya dengan kondisi berusaha di
              dalam negeri.

              "Sekarang ini penyerapan investasi per Rp1 triliun itu hanya menyerap 1. 200 pekerja. Jadi ini
              masalah yang harus diperhatikan. Kita harus investasi yang berkualitas," sebutnya.

              Ia mengharapkan regulasi terbaru ini bisa menyelesaikan persoalan tumpang tindih perizinan di
              pusat dan daerah serta biaya tinggi yang mengganggu ekosistem investasi Indonesia.

              Salah satunya terkait kebijakan kenaikan upah Indonesia yang saat ini merupakan yang tertinggi
              di ASEAN yaitu mencapai 9,7 persen, bandingkan dengan Thailand 1,7 persen, Malaysia 5,5
              persen dan Vietnam 7 persen.

              "Tidak hanya pesangon, upah minimuMKita juga paling tinggi sedunia. Bandingkan saja dengan
              upah minimum negara-negara ASEAN. Contoh di Vietnam 192 Dolar AS, Thailand 245 Dolar AS,
              Malaysia 294 Dolar AS, Indonesia 313 Dolar AS pada 2020," tandasnya.
              (RZD).













                                                           210
   206   207   208   209   210   211   212   213   214   215   216