Page 33 - KLIPING KETENAGAKERJAAN 1 NOVEMBER 2021
P. 33
PRT MASIH JAUH DARI TERLINDUNGI
Kontribusi pekerja rumah tangga menyangga kehidupan keluarga sejak dulu dirasakan
masyarakat Indonesia, terutama di Jakarta dan kota-kota besar. Namun, keberadaan PRT masih
dipandang sebelah mata sehingga perlindungan, penghargaan, dan pemenuhan atas hak-hak
mereka masih jauh dari harapan.
Hingga kini peran dan kontribusi PRT sebagai penopang ekonomi keluarga belum juga diakui,
baik oleh masyarakat pemberi kerja maupun pengambil kebijakan. Mayoritas PRT belum
mendapat upah layak dan jaminan kesehatan, serta rentan mengalami kekerasan. Perjuangan
mendapatkan perlindungan negara dari pengesahan RUU Perlindungan PRT (PPRT) juga masih
terkatung-katung.
"Pekerjaan rumah tangga sesungguhnya menciptakan ruang, kesempatan, serta penyegaran
kembali tenaga dan pikiran anggota rumah tangga untuk bekerja sebagai bagian mata rantai
perekonomian. Artinya, pekerjaan kerumahtanggaan menjadi bagian dari proses mata rantai
kerja ekonomi pasar dan ekonomi kapitalis," kata Koordinator Nasional Jala PRT Lita Anggraini,
di Jakarta, Minggu (31/10/2021).
Kondisi tersebut membuktikan peran PRT ternyata sangat diperhitungkan, tidak hanya untuk
mendukung kehidupan modern, tetapi juga menjadi bagian dari program ekonomi modern itu
sendiri. Lita menegaskan, PRT adalah salah satu pilar penting penyangga kehidupan modem
sehingga anggota keluarga pemberi kerja berusia produktif tetap dapat bekerja dengan tenang
di luar rumah.
"Bisa dibayangkan efek domino dampak negatifnya apabila tidak ada PRT. Jutaan orang yang
bekerja dan beraktivitas di sektor publik akan mengurangi aktivitasnya seperti ketika Lebaran
karena PRT tidak ada," tutur Lita.
Menurut survei Organisasi Buruh Internasional (ILO) Jakarta tahun 2015, ada sedikitnya 4,2 juta
PRT di Indonesia, dengan 84 persen di antaranya perempuan. Keterbatasan lapangan kerja dan
meningkatnya permintaan dari ke-luarga-keluarga pemberi kerja, yang suami-istri bekerja,
membuat jumlah PRT diperkirakan mencapai 5 juta orang pada 2021.
Jumlah PRT riil di lapangan bisa lebih banyak karena kini banyak pasangan usia produktif yang
bekerja sehingga membutuhkan orang lain untuk menyelesaikan pekerjaan kerumahtanggaan,
seperti mencuci baju, menyetrika, memasak, dan membersihkan rumah. Meski sangat
dibutuhkan, hingga kini masih ada yang memandang PRT sebagai pembantu, bukan profesi yang
berhak atas upah dan standar kerja layak.
Warga Jakarta Timur, Sari Veronica (28), dan pasangannya yang sibuk bekerja, misalnya,
menggunakan jasa PRT dari yayasan penyalur, yang digaji Rp 2,7 juta per bulan. Dia juga
memberikan tunjangan hari raya hingga menanggung biaya jika PRT sakit.
Yekti (57), aparatur sipil negara Pemerintah Kota Bekasi, turut merasakan manfaat keberadaan
dua PRT bersamanya. "Pada awal saya menikah dan punya anak, suami sering ke luar daerah.
Sebagai ibu rumah tangga yang berkarier, harus ada yang mengawasi anak-anak. Ini di kota
besar, tidak ada orangtua atau keluarga yang membantu," kata Yekti.
Perlindungan sosial Dalam survei Jala PRT pada Desember 2020 terhadap 668 PRT, 82 persen
PRT tidak bisa mengakses Jaminan Kesehatan Nasional PBI. Kondisi ini membuat PRT harus
membiayai pengobatan diri dan keluarganya dengan berutang, yang menjerumuskan mereka
dalam kemiskinan lebih dalam.
32