Page 41 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 5 OKTOBER 2020
P. 41

Secara  substansi,  RUU  Cipta  Kerja  adalah  paket  Omnibus  Law  yang  dampaknya  paling
              berpengaruh pada masyarakat luas, terutama jutaan pekerja di Indonesia. Hal ini yang membuat
              hampir semua serikat buruh mati-matian menolak RUU Cipta Kerja.

              Pemerintah dan DPR juga dianggap kejar tayang menyelesaikan Omnibus Law RUU Cipta Kerja.
              RUU ini digadang-gadang dapat menarik minat investor asing menanamkan modal di Tanah Air
              sehingga bisa mengatrol pertumbuhan ekonomi di masa pandemi Covid-19.

              Pemerintah dan Baleg DPR RI memang sempat menunda pembahasan Klaster Ketenagakerjaan
              ini setelah mendapat perintah resmi dari Presiden Joko Widodo pada 24 April lalu. Hal ini untuk
              merespons tuntutan buruh yang keberatan dengan sejumlah pasal dalam klaster tersebut.

              Sejumlah pasal dari RUU Omnibus Law dianggap serikat buruh akan merugikan posisi tawar
              pekerja. Salah satu yang jadi sorotan yakni Pasal 79 yang menyatakan istirahat hanya 1 hari per
              minggu.

              Ini artinya, kewajiban pengusaha memberikan waktu istirahat kepada pekerja atau buruh makin
              berkurang dalam Rancangan Undang-Undang Omnibus Cipta Kerja.

              Jika  disahkan,  pemerintah  dianggap  memberikan  legalitas  bagi  pengusaha  yang  selama  ini
              menerapkan jatah libur hanya sehari dalam sepekan. Sementara untuk libur dua hari per minggu,
              dianggap sebagai kebijakan masing-masing perusahaan yang tidak diatur pemerintah. Hal ini
              dinilai melemahkan posisi pekerja.

              "  Istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu  ," bunyi
              Pasal 79 RUU Cipta Kerja.

              Ketentuan  di  RUU  Cipta  Kerja  ini  berbeda  dengan  regulasi  sebelumnya,  UU  13  tahun  2003
              tentang Ketenagakerjaan, di mana pengusaha wajib memberi waktu istirahat mingguan, satu
              dan dua hari bagi pekerjanya.

              "  1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau 2 (dua) hari untuk 5 (lima)
              hari kerja dalam 1 (satu) minggu  ," bunyi Pasal 79 UU Nomor 13 Tahun 2003.

              Beberapa ketentuan juga dianggap kontroversial antara lain terkait pekerja kontrak (perjanjian
              kerja  waktu  tertentu/PKWT),  upah,  pesangon,  hubungan  kerja,  mekanisme  pemutusan
              hubungan kerja (PHK), penyelesaian perselisihan hubungan industrial, serta jaminan sosial.

              Apa Itu Omnibus Law  ?  Secara terminologi, omnibus berasal dari Bahasa Latin yang berarti
              untuk  semuanya.  Dalam  konteks  hukum,  artinya    Omnibus  Law  adalah    hukum  yang  bisa
              mencakup untuk semua atau satu undang-undang yang mengatur banyak hal.

              Dengan  kata  lain,    Omnibus  Law  artinya    metode  atau  konsep  pembuatan  regulasi  yang
              menggabungkan  beberapa  aturan  yang  substansi  pengaturannya  berbeda,  menjadi  satu
              peraturan dalam satu payung hukum.

              Sementara itu, dikutip dari Naskah Akademik Omnibus Law RUU Cipta Kerja, ada 11 klaster yang
              masuk dalam undang-undang ini antara lain Penyederhanaan Perizinan, Persyaratan Investasi,
              Ketenagakerjaan,  Kemudahan  Berusaha,  Pemberdayaan  dan  Perlindungan  UMKM,  Dukungan
              Riset dan Inovasi, Administrasi Pemerintahan, Pengenaan Sanksi, Pengadaan Lahan, Kemudahan
              Investasi dan Proyek Pemerintah, serta Kawasan Ekonomi Khusus.

              Dalam  prosesnya  di  parlemen,  tidak  ada  perbedaan  dengan  proses  pembuatan  UU  pada
              umumnya sebagaimana yang dibahas di DPR. Hanya saja, isinya tegas mencabut atau mengubah
              beberapa UU yang terkait.



                                                           40
   36   37   38   39   40   41   42   43   44   45   46