Page 65 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 17 MARET 2021
P. 65

mencapai sekitar Rp 22 miliar. Klaim didominasi dari program jaminan kecelakaan kerja (JKK)
              dan klaim program jaminan kematian (JKM).
              Adapun total klaim termasuk manfaat pemulangan dan pemberdayaan sebesar Rp 338,99 juta
              terhadap 158 pekerja migran Indonesia, sebagai pengganti tiket pesawat kelas ekonomi.

              Ditinjau  dari  lima  negara  tujuan  para  peserta  terdaftar  adalah  Taiwan,  Malaysia,  Hongkong,
              Singapura, dan Korea Selatan. Sementara lima besar profesi para pekerja migran itu adalah
              membantu untuk orang tua, pembantu rumah tangga, pekerja, pekerja perkebunan, dan pekerja
              di pabrik.

              "Kalau  dari  daerah  asal  dari  peserta  terdaftar,  lima  besarnya  adalah  Indramayu,  Lombok,
              Lampung, Cirebon, dan Cilacap. Kalau dari dari BP2MI, total pekerja migran yang berangkat itu
              terbesar ada Jatim, Jateng, Jabar, NTB, dan Lampung. Kalau kita lihat ini potensi besar karena
              dari Jateng ini belum menjadi top 5 dari peserta BPJS Ketenagakerjaan," ujar Anggoro.

              Menurut dia, peningkatan peserta dari segmen pekerja migran Indonesia perlu dimulai dengan
              memperbaiki  dan  mempermudah  proses  registrasi.  Hal  itu  juga  harus  didukung  kolaborasi
              terintegrasi  dengan  sejumlah  pemangku  kepentingan.  Misalnya  kerjasama  dengan  KBRI  di
              wilayah pekerja migran tinggal. Saat pengurusan dokumen, para pekerja itu bisa dipaksa untuk
              mengikuti program jaminan sosial.
              Lalu  BP  Jamsostek  mesti  mempermudah  peserta  ketika  membayar  iuran,  hal  ini  untuk
              mendorong  jumlah  peserta  aktif  dan  tidak  hanya  terdaftar.  Paling  tidak,  kata  Anggoro,
              pembayaran dapat didukung melalui Bank Himbara yang sudah memiliki cabang di luar negeri.
              Semua pendekatan itu juga harus seiring dengan edukasi dan sosialisasi manfaat karena rasio
              klaim yang begitu timpang.

              "Memang betul penetrasi masih rendah dan edukasi masih kurang, belum semua pekerja migran
              Indonesia peserta Jamsostek tau memiliki manfaat apa saja, itu yang perlu kami perbaiki. Jadi
              perbanyak penambahan peserta, dan edukasi bagi peserta eksisting terkait manfaat yang bisa
              mereka terima," ungkap dia.

              Anggoro  menambahkan,  perbaikan  selanjutnya  adalah  mempercepat  proses  klaim  dari  para
              peserta pekerja migran Indonesia. Saat ini proses klaim masih membutuhkan waktu hingga lima
              hari kerja. Solusi dari fenomena itu akan dijawab BP Jamsostek melalui digitalisasi, khususnya
              otomasi proses bisnis seperti simplifikasi dokumen.

              Di sisi lain, Anggota Komisi IX Fraksi PKB Nur Nadlifah menyoroti beberapa tantangan yang perlu
              segera  selesaikan  BP  Jamsostek.  Tantangan  pertama  adalah  rendahnya  rasio  klaim.  Dia
              menengarai  rendahnya  rasio  klaim  akibat  persyaratan  yang  rumit  dan  bertele-tele.  Padahal
              sepanjang masa pandemi, banyak dari pekerja migran yang membutuhkan kemudahan klaim
              dari BP Jamsostek.

              Lebih lanjut, kata dia, tantangan lainnya tentu permasalahan jumlah kepesertaan. Menurut Nur
              Nadlifah, jangan sampai para pekerja migran Indonesia lebih memilih untuk memproteksi dirinya
              melalui asuransi swasta karena alasan klaim yang lebih mudah.


              "Dari jumlah pekerja migran Indonesia dengan jumlah kepesertaan yang ada itu masih sangat
              jauh, ini menjadi tantangan BPJS Ketenagakerjaan untuk meningkatkan ketenagakerjaan. Tapi
              harus dibarengi dengan keluarnya klaim yang mudah. Saya curiga, jangan-jangan BP2MI itu
              masih  menggunakan  asuransi  sendiri  (bukan  BP  Jamsostek),  karena  klaimnya  lebih  mudah.
              Misalnya ketika berkas belum ada, dia sudah bisa mengeluarkan uang santunan. Inikan menjadi
              tidak sehat, mereka menjadi tidak percaya, padahal ini amanat UU," tandas Nur Nadlifah.

              Editor : Gora Kunjana (gora_kunjana@investor.co.id).
                                                           64
   60   61   62   63   64   65   66   67   68   69   70