Page 557 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 9 OKTOBER 2020
P. 557
UU CIPTA KERJA DISAHKAN, BERPOTENSI "MENGGERUS SISTEM IMUN" RAKYAT
Walau mendapat penolakan luas, Rancangan Undang Undang Cipta Kerja (RUU Cipta Kerja )
resmi menjadi undang-undang (UU) setelah DPR mengesahkannya pada Rapat Paripurna, Senin
5 Oktober 2020. Pengesahan ini dikebut lebih cepat dari jadwal yang diagendakan pada Kamis
8 Oktober 2020. Pengesahan yang 'kejar tayang" ini di saat rakyat sedang fokus ikut membantu
Pemerintah menanggulangi pandemi Covid-19/ Anggota DPD RI Fahira Idris mengungkapkan,
sejak awal pembahasan RUU ini, dirinya baik sebagai Anggota DPD RI maupun sebagai rakyat
adalah meminta kepada Pemerintah dan DPR menunda dulu semua pembahasan di semua
klaster yang ada dalam RUU ini hingga pandemi ini bisa dikendalikan.
Dirinya sangat menyayangkan ketergesaan Pemerintah dan DPR mengesahkan RUU Cipta Kerja
menjadi UU disaat rakyat sedang fokus ikut membantu Pemerintah menanggulangi Covid-19 dan
tengah berjibaku mempertahankan roda ekonomi rumah tangganya masing-masing.
"Kini, selain harus ikut berjibaku menanggulangi pandemi dan harus memutar otak agar ekonomi
keluarga tetap berjalan, rakyat harus dihadapkan lagi pada persoalan baru yaitu lahirnya sebuah
UU yang dinilai tidak berpihak kepada rakyat kebanyakan. Kini kebanyakan rakyat tidak hanya
resah akan pandemi, tetapi juga resah dan khawatir atas dampak yang akan mereka alami atas
disahkannya UU ini. Situasi seperti ini berpotensi 'menggerus sistem imun' rakyat. Fokus kita jadi
terpecah-pecah akibat disahkannya RUU ini," tukas Fahira Idris di Jakarta (7/10).
Fahira mengatakan, dirinya sudah tegas meminta agar RUU Cipta Kerja yang menyangkut hajat
hidup orang banyak ini ditunda dulu pembahasannya setelah pandemi bisa dikendalikan. Ini agar
berbagai elemen masyarakat bisa fokus mengawal dan dilibatkan secara penuh dalam
penyusunan RUU. Selain itu, DPD RI lewat PPUU juga pernah menyampaikan penolakan terhadap
klaster Ketenagakerjaan dan mengusulkan untuk kembali ke UU eksisting. Namun, karena
keterbatasan wewenang DPD RI yang sesuai UU MD3 yang tidak diberi kewengan mengambil
keputusan, membuat semua upaya tersebut tidak seperti yang diharapkan.
UU Cipta Kerja Bisa Dibatalkan Menurut Fahira, sebuah RUU yang mendapat penolakan luas,
bahkan bukan hanya dari kalangan buruh, petani, nelayan, civil society, mahasiswa, akademisi
tetapi juga ditolak organisasi keagamaan besar, menandakan RUU tersebut mengandung banyak
persoalan. Dalam merespon penolakan ini, seharusnya Pemerintah maupun DPR
memformulasikan ulang draf RUU Cipta Kerja dengan melibatkan sebanyak mungkin partisipasi
publik atau mengedepankan prinsip keterbukaan. Bukan malah tergesa-gesa mengesahkannya.
"Niat ingin mempercepat kesejahteraan rakyat dengan memperbaiki secara mendasar iklim
investasi dan memudahkan rekrutmen tenaga kerja yang muaranya membuat pertumbuhan
ekonomi melalui Omnibus Law sah-sah saja. Namun, jika niat tersebut dicapai dengan
meniadakan aturan-aturan lain yang juga sangat penting maka mungkin saja pertumbuhan
ekonomi naik, tetapi semu karena tidak merata dinikmati seluruh rakyat," tandas Senator Jakarta
ini.
Di sisi lain, Wakil Ketua Umum (Waketum) Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Fahri
Hamzah menilai Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai "The Guardian of Constitution" atau
"Penjaga Konstitusi' dapat membatalkan seluruh isi dari Undang-undang (UU) Omnibus Law
Cipta Kerja yang telah disahkan oleh DPR pada Senin (5/10).
Sebab, menurut Fahri, UU tersebut melampaui tata cara pembuatan undang-undang
sebagaimana mestinya, selain masih kurangnya sosialisasi RU Omnibus Law Cipta Kerja sebelum
disahkan secara cepat oleh DPR. "Omnibus Law jelas melanggar kontstitusi karena pembuatan
undang-undang harus mengacu pada tata cara pembuatan undang-undang, bukan hanya soal
sosialiasi, tapi harusnya pakai Perpu dan diuji di DPR," kata Fahri.
556