Page 142 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 13 APRIL 2021
P. 142
Pembayaran THR keagamaan sendiri diberikan kepada pekerja / buruh yang telah mempunyai
masa kerja satu bulan secara terus-menerus atau lebih. THR keagamaan juga diberikan kepada
pekerja /buruh yang mempunyai hubungan kerja dengan pengusaha berdasarkan perjanjian
kerja waktu tidak tertentu atau perjanjian kerja waktu tertentu.
Terkait jumlah besaran, bagi pekerja /buruh yang mempunyai masa kerja 12 bulan secara terus-
menerus atau lebih, THR diberikan sebesar satu bulan upah. Sementara, bagi pekerja /buruh
yang mempunyai masa kerja satu bulan secara terus-menerus, tetapi kurang dari 12 bulan, THR
diberikan secara proporsional. Perhitungannya, masa kerja dibagi 12 bulan kemudian dikali satu
bulan upah.
Lalu, bagi pekerja /buruh yang bekerja berdasarkan perjanjian kerja harian yang telah
mempunyai masa kerja 12 bulan atau lebih, upah satu bulan dihitung berdasarkan rata-rata upah
yang diterima selama 12 bulan terakhir. Sedangkan bagi pekerja /buruh yang telah mempunyai
masa kerja kurang dari 12 bulan, upah satu bulan dihitung berdasarkan rata-rata upah yang
diterima tiap bulan selama masa kerja.
Nah,bagi perusahaan yang telat membayar THR, maka akan dikenakan denda 5 persen dari total
THR yang harus dibayar sejak berakhirnya batas waktu kewajiban pembayaran. Akan tetapi,
denda ini tak menghilangkan kewajiban pengusaha untuk tetap membayar THR kepada pekerja
nya. Sementara pengusaha yang tak membayar THR akan dikenakan sanksi administratif berupa
teguran tertulis dan membatasi kegiatan usaha perusahaan tersebut.
Ida juga meminta pemda untuk tegas dalam menegakkan hukum sesuai kewenangannya
terhadap pelanggaran pemberian THR ini. Termasuk, membentuk Pos Komando Pelaksanaan
Tunjangan Ilari Raya Keagamaan Tahun 2021 (Posko THR) dengan tetap memperhatikan
protokol kesehatan.
Sementara itu, pengusaha masih menyampaikan nada keberatan terkait kebijakan pemerintah
mengenai THR tahun ini. Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bidang
Ketenagakerjaan dan Hubungan Industrial, Anton J. Supit menegaskan bahwa kebijakan tersebut
memang tidak akan berpengaruh pada industri besar yang memiliki kemampuan finansial yang
masih baik. "Bagi yang mampu tidak masalah. Tanpa SE pun mereka akan bayar. Persoalan kan
ada yang tidak mampu. Sedangkan SE ini kesannya memaksakan harus bayar lunas," ujar Anton
kepada Jawa Pos (Grup Radar Bogor), kemarin.
Anton meminta pemerintah mencermati bahwa kewajiban membayar THR secara lunas bersifat
general, berlaku untuk semua skala perusahaan tanpa terkecuali. "Artinya termasuk UKM. Tidak
ada dispensasi (untuk perusahaan kecil, red). Padahal kita sendiri tahu kemampuan perusahaan
berbeda-beda," tambahnya.
Anton mengatakan bahwa saat ini pengusaha relatif pasrah. Di satu sisi Anton menegaskan
bahwa kebijakan atau instruksi pemerintah harus diikuti pelaku usaha yang tidak punya kuasa
untuk melawan. Perkara sanksi, Anton mengatakan bahwa tidak ada yang bisa dilakukan jika
pemerintah berkehendak
demikian. "Kalau pemerintah sudah mau main sanksi terserah pemerintah lah kami mau
diapakan. Ini ibarat mau amankan ayam atau telurnya. Kalau ayamnya terus ditekan, dampak
jangka panjangnya tentu ayamnya ada potensi mati," keluhnya.
Menurut Anton, selama pandemi masih belum jelas kapan usainya, pengusaha perlu memikirkan
strategi bertahan. Secara sektor, pariwisata dan sektor angkutan menurut Anton menjadi sektor
yang saat ini paling tertekan. "Kita harus mentallyprepared untuk maraton bukan sprint Artinya
harus betul-betul jaga napas supaya tidak kehabisan napas di tengah jalan. Apakah ini disadari
pemerintah?," tegasnya.
141