Page 131 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 29 SEPTEMBER 2020
P. 131
Said menambahkan, sudah hampir bisa dipastikan jika dalam pembahasan RUU Ciptaker terjadi
kejar tayang antara pemerintah dan DPR RI agar RUU itu bisa disahkan menjadi UU pada 8
Oktober 2020.
"KSPI dan buruh Indonesia menolak keras sistem kejar tayang yang dipaksakan oleh pemerintah
dan DPR RI, di mana omnibus law akan disahkan pada tanggal 8 Oktober 2020," tegasnya.
Wakil Ketua Panitia Kerja (Panja) Omnibus Law RUU Ciptaker Achmad Baidowi menepis tudingan
tersebut.
"Yang kejar tayang siapa? Enggak ada yang kejar tayang," kata Baidowi kepada Republika,
Ahad (27/9).
Baidowi mengungkapkan, RUU Ciptaker sudah diajukan pemerintah sejak Februari 2020.
Menurutnya, wajar jika ada aspirasi yang tidak tertampung, sebab yang menyampaikan aspirasi
tidak hanya buruh, tetapi DPR juga perlu mendengarkan aspirasi pengusaha dan pemerintah.
"Maka Undang-undang itu bukan produk yang mati, Undang-undang itu harus dilihat dengan
kontekstualnya, revisi itu bukan sesuatu yang aneh, hal yang biasa saja. tugas DPR ya melakukan
produk legislasi," ujarnya.
Klaster ketenagakerjaan Alih-alih mencabut klaster ketenagakerjaan dari RUU Ciptaker, DPR
pada akhir pekan lalu 'mengebut' pembahasan klaster ketenagakerjaan yang rampung dalam
diabahas pada 25-27 September. Pembahasan juga tidak digelar di Gedung DPR, melainkan di
sebuah hotel di Tangerang, Banten.
"Selesailah klaster ketanagakerjaan, dengan beberapa perubahan dan kesepakatan yang kita
ambil pada malam hari ini," kata Ketua Baleg DPR Supratman Andi Agtas dalam rapat
pembahasan klaster ketenagakerjaan sebagaimana ditayangkan oleh kanal Youtube resmi DPR
RI, Ahad (27/9).
Dalam prosesnya, empat fraksi parpol di Panja RUU Omnibus Law Ciptaker di Baleg DPR sempat
meminta agar klaster ketenagakerjaan ditarik dari draf RUU Omnibus Law Cipta Kerja. Fraksi
yang meminta klaster ketenagakerjaan di-drop itu adalah Demokrat, Nasdem, PKS, dan PAN.
Sementara, Golkar dan PKB berharap agar tetap dibahas. Gerindra menyatakan agar dibahas
untuk ditentukan urgensinya. Sementara PDIP dan PPP tak bersikap dan meminta penjelasan
pemerintah soal urgensi mengatur ulang Ketenagakerjaan dalam UU Nomor 13 tahun 2003
menjadi klaster di RUU Cipta Kerja.
Namun, setelah adanya penurunan materi muatan klaster ketenagakerjaan, hasil rapat
menyimpulkan bahwa pembahasan daftar inventarisasi masalah (DIM) dalam klaster
ketenagakerjaan tetap diselesaikan dan masuk dalam RUU Cipta Kerja.
Anggota Baleg DPR Firman Soebagyo membenarkan, bahwa pemerintah dan Baleg DPR melalui
panitia kerja (panja) RUU Ciptaker telah menuntaskan pembahasan klaster ketenagakerjaan
pada Ahad (28/9) malam. Dirinya mengakui meskipun melalui diskusi dan pembahasan yang
panjang, beberapa poin akhirnya sudah disepakati dalam klaster ketenagakerjaan.
"Soal pesangon, upah minimum, dan jaminan kehilangan pekerjaan semuanya sudah diketok
palu dan tuntas dibahas. Seluruh fraksi sudah setuju dan poin-poin ini sudah mendapat masukan
dari elemen terkait mulai dari pemerintah, DPR, serikat pekerja, dan pengusaha," kata Firman
Soebagyo dalam keterangan tertulisnya kepada Republika, Senin (28/9).
Politikus Partai Golkar tersebut menjelaskan, terkait pesangon, pemerintah dan DPR yang telah
mendapat masukan dari para stakeholder, akhirnya disetujui tetap ada dengan jumlah 32 kali
130