Page 31 - E-KLIPING KETENAGAKERJAAN 21 DESEMBER 2021
P. 31
Kendati begitu, Chairul belum serta merta menilai Anies bisa dikenakan sanksi. Sebab, ia
mengatakan kementerian tentu perlu berkoordinasi dengan kementerian teknis lain terkait
pembinaan kepada kepala daerah ini.
"Dalam hal ini yang membina para kepala daerah di UU 23/2014 itu kan Kemendagri, kita harus
sinergi dan komunikasi juga," tuturnya.
Tadjudin mengatakan pemerintah pusat tidak hanya harus mengambil sikap atas kisruh revisi
UMP DKI versi Anies, tetapi juga membuka secara transparan bagaimana formula penetapan
besaran UMP bisa dihasilkan. Menurutnya, formulanya memang sudah jelas di PP 36/2021, di
mana telah dijabarkan indikator dan variabelnya.
Tetapi, alasan-alasan seperti ada batas atas dan batas bawah hingga dampak kenaikan yang
sangat minim juga harus dijelaskan ke publik. Sebab, menurutnya, penentuan formula UMP di
PP 36/2021 tetap penuh tanda tanya lantaran hasil perhitungan jadi terlalu kecil dari biasanya.
"Tetap harus dijelaskan formulanya ini," ungkap Tadjudin.
Ekonom sekaligus Direktur Eksekutif INDEF Tauhid Ahmad menyebut kisruh revisi UMP ini harus
menjadi evaluasi bagi pemerintah pusat untuk melihat kembali penetapan formula upah mereka.
Pasalnya, kenaikannya memang terlalu rendah, yaitu rata-rata 1,09 persen.
"Kalau dibandingkan negara lain, kenaikan upah di Thailand 3,9 persen pada 2020, China 5,4
persen, Vietnam 7,1 persen. Jadi, menurut saya angka di PP 36/2021 ini sangat rendah dengan
kenaikan upah per tahun di negara-negara lain dan ini pada akhirnya jadi kontraproduktif, tidak
ada insentif untuk pekerja," tutur Tauhid.
Padahal, proyeksi inflasi Indonesia mencapai 3 persen pada tahun depan. Jika benar, maka upah
riil pekerja justru akan tergerus sekitar 2 persen pada tahun depan. Upah riil ini menggambarkan
daya beli masyarakat.
"Jadi ini semua harus dibuka ke publik, sehingga terlihat siapa yang diuntungkan dan dirugikan
dengan formula seperti ini," jelasnya.
Di sisi lain, Tadjudin menilai keputusan Anies merevisi naik UMP DKI karena kepentingan politik
jelang pilpres 2024. Tapi, seolah-olah dikemas untuk membela kepentingan pekerja atau buruh.
"Kenaikan ini kelihatannya berbau politik, terbaca lah," ucap Tadjudin.
Pun demikian, ia meyakini hal ini tidak akan memberi dampak akan diikuti oleh kepala daerah
lain. Sebab, menurutnya, kepala daerah lain yang ingin 'nyapres' sekali pun, tidak akan mau
mengambil keputusan penuh sensasi seperti Anies.
"Tidak mungkin mereka (kepala daerah) ikuti Anies, tidak mungkin mereka ambil risiko sebesar
itu, ini dia (Anies) main api saja," ungkapnya.
Dengan begitu, menurutnya, kebijakan revisi UMP ini tidak akan memberi dampak negatif yang
besar terhadap iklim investasi dan dunia usaha. Apalagi, sambung Tadjudin, potensi keputusan
Anies gagal diimplementasikan cukup besar.
"Pengusaha akan bawa ke PTUN dan tinggal dilihat apa sudah penuhi administrasi UU belum.
Kalau gubernur langgar UU ya dibatalkan keputusan itu tidak bisa apa-apa lagi, sampai di situ
saja," katanya.
Sepakat, Tauhid juga menilai langkah Anies tidak akan diikuti oleh kepala daerah lain. "Karena
tidak semua gubernur punya keberanian yang sama," tandasnya.
30