Page 361 - E-KLIPING KETENAGAKERJAAN 21 DESEMBER 2021
P. 361
Selain itu, revisi ini bertentangan dengan pasal 29 tentang waktu penetapan upah minimum yang
selambat-lambatnya ditetapkan pada tanggal 21 November 2021. "Di dalam PP 36/2021, kita
tidak mengenal perubahan (revisi UMP)," ucap Hariyadi.
Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta secara sepihak melakukan revisi UMP DKI Jakarta
2022 tanpa memperhatikan pendapat dunia usaha, khususnya Apindo DKI Jakarta yang menjadi
bagian dari Dewan Pengupahan Daerah sebagai unsur dunia usaha (pengusaha). Padahal,
Dewan Pengupahan Daerah terdiri dari unsur Tripartit yakni pemerintah, serikat pekerja/buruh
dan pengusaha.
"Dengan revisi UMP DKI Jakarta 2022 tersebut maka upaya untuk mengembalikan prinsip upah
minimum sebagai jaring pengaman sosial (JPS atau social safety net) bagi pekerja pemula tanpa
pengalaman tidak terwujud dan kembali menjadi upah rata-rata sehingga penerapan struktur
skala upah akan sulit dilakukan karena ruang/jarak antara upah minimum dengan upah diatas
upah minimum menjadi kecil," jelas Hariyadi.
Dihubungi secara terpisah, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengatakan, dalam PP
Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, tidak ada ketentuan yang menyebutkan bahwa
pemerintah daerah dapat melakukan revisi penetapan UMP.
"Setahu saya aturan dalam PP 36/2021 sudah jelas. Daerah tidak punya ruang untuk mulur
mungkret," kata Ganjar kepada Kontan.co.id, Senin (20/12).
Ganjar mengatakan, Pemprov Jawa Tengah mendorong agar pelaksanaan struktur dan skala
upah (SUSU) dilaksanakan dengan baik. Hal ini agar ada kenaikan upah bagi buruh/pekerja yang
telah bekerja lebih dari satu tahun.
"Maka di Jateng kami dorong struktur dan skala upah untuk dilaksanakan agar ada kenaikan
upah untuk buruh yang telah bekerja lebih dari 1 tahun," ucap Ganjar.
Kepala Biro Humas Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) Chairul Harahap mengatakan,
Kemnaker menyayangkan keputusan tersebut jika seandainya benar dilaksanakan. Terlebih
penetapan UMP tidak sesuai dengan regulasi yang ada yaitu PP nomor 36 tahun 2021 tentang
Pengupahan, yang merupakan aturan pelaksana UU nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
"Ini (PP 36/2021) memang harus kita laksanakan dan kita junjung amanat pelaksanaan UU (UU
11/2020)," ujar Chairul saat dihubungi, Kontan.co.id, Senin (20/12).
Chairul menyebut, Kementerian Ketenagakerjaan bersama kepala daerah mesti tunduk dan taat
untuk melaksanaan UU dan aturan pelaksananya. Sebab itu, setiap kepala daerah menerbitkan
kebijakan, mesti berpedoman pada sistem hukum dan ketatanegaraan. Artinya, kebijakan
pengupahan juga perlu dilaksanakan sesuai regulasi yakni UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang
Cipta Kerja dan PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.
"Pelaksanaan yang ditetapkan tidak sesuai perundang-undangan berarti bertentangan dengan
UU atau tidak sesuai dengan regulasi yang diatur," ujar Chairul.
Lebih lanjut Chairul mengatakan, pihaknya belum mengetahui apakah kebijakan revisi UMP 2022
yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta akan dilakukan atau tidak. Chairul mengatakan, Kemnaker
menjunjung tinggi PP 36/2021 dalam pelaksanaan kebijakan pengupahan.
"Bagaimana berkaitan dengan kepala daerah yang tidak melaksanakan itu, itu kan nanti diatur
kembali dalam konteks UU 23/2014 tentang pemerintah daerah, bagaimana hal ini dan
konsekuensinya," ucap Chairul.
360