Page 406 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 12 OKTOBER 2020
P. 406
Ringkasan
Para serikat pekerja mayoritas menolak Undang-Undang Cipta Kerja yang baru saja disahkan
(5/10) lalu. Namun, suara berbeda diungkapkan oleh Gabungan Serikat Pekerja Pelabuhan
Indonesia, Federasi Serikat Pekerja Perkebunan Indonesia, Koalisi Nasional Serikat Pekerja
Indonesia, Federasi Serikat Pekerja Mandiri. Koordinator Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu
Tri Sasono menyebut, tidak ada satupun pasal dalam Omnibus Law UU Cipta Kerja yang
merugikan kaum pekerja atau buruh.
BEDA SIKAP, SERIKAT PEKERJA BUMN SEBUT OMNIBUS LAW TAK RUGIKAN BURUH
Para serikat pekerja mayoritas menolak Undang-Undang Cipta Kerja yang baru saja disahkan
(5/10) lalu. Namun, suara berbeda diungkapkan oleh Gabungan Serikat Pekerja Pelabuhan
Indonesia, Federasi Serikat Pekerja Perkebunan Indonesia, Koalisi Nasional Serikat Pekerja
Indonesia, Federasi Serikat Pekerja Mandiri.
Koordinator Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu Tri Sasono menyebut, tidak ada satupun
pasal dalam Omnibus Law UU Cipta Kerja yang merugikan kaum pekerja atau buruh.
"Kami telah membaca dan mempelajari pasal demi pasal UU Ciptaker untuk klaster
ketenagakerjaaan yang terkait kesejahteraan kaum pekerja," ujar Tri Sasono dalam
keterangannya, Jumat (9/10).
Salah satu yang menjadi sorotan adalah soal kabar upah minimum pekerja yang akan
dihapuskan. Dikatakan Tri Sasono, hal tersebut tidak benar. "Peraturan terkait upah minimum
pekerja dalam UU Ciptaker tidak dihapuskan, tetapi perhitungan tetap mempertimbangkan
pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Pendapatan Pekerja yang diterima tidak akan turun sama
sekali," katanya.
Menurutnya, terkait hak-hak buruh yang di PHK untuk mendapatkan pesangon UU Ciptaker juga
tetap mengatur terkait pesangon, yaitu adanya kepastian pembayaran pesangon dan korban
PHK mendapat tambahan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). "Selain itu juga Buruh Korban
PHK mendapatkan fasilitas peningkatan kompetensi atau up skilling serta diberikan akses ke
pekerjaan baru dari pemerintah," imbuhnya.
Berikutnya, terkait jam kerja bagi buruh bahwa dalam UU Ciptaker pengaturan mengenai waktu
kerja mulai dari hari aktif, hari libur, istirahat, hingga hari cuti dalam UU Ciptaker masih sama
seperti UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan.
Begitu juga pemberi kerja dan pengusaha wajib memberikan waktu istirahat bagi pekerja
termasuk untuk beribadah serta memberikan cuti baik untuk melahirkan, menyusui, dan haid
tetap disesuaikan dengan UU 13/2003.
"Sementara yang sifatnya jenis pekerjaan tertentu dan membutuhkan fleksibilitas seperti
pekerjaan director e-commerce dan digitalisasi itu diatur khusus dalam hal jam kerjanya,"
katanya.
Sementara, terkait PKWT dalam UU Ciptaker justru menguntungkan Buruh. Yaitu pekerja waktu
tertentu (pekerja kontrak) kini mendapatkan kompensasi saat perjanjian kerjanya berakhir
dengan syarat merujuk UU 13/2003.
Selanjutnya, terkait sistem pekerjaan yang mengunakan tenaga outsourching dalam UU Ciptaker
justru menjamin kepastian keberlanjutan pekerja outsourching. "Di mana selama ini banyak
405