Page 605 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 12 OKTOBER 2020
P. 605

Gelombang penolakan UU Cipta Kerja makin masif sejak disahkan pada Senin (5/10/2020) lalu.
              Kritik terhadap DPR RI dan Pemerintah membanjiri media sosial. Pun dengan ribuan buruh di
              pabrik-pabrik berbagai daerah mogok dan menghentikan produksi di pusat perputaran kapital.
              Aksi perlawanan juga rencananya digelar di Jakarta, kemarin (8/10/2020).

              Salah satu alasan mengapa masyarakat menolak peraturan ini adalah karena betapa tertutup
              pembahasannya,  selain  alasan  substansial  lain  seperti  merusak  lingkungan  dan  semakin
              dikebirinya hak-hak pekerja.

              Ketertutupan ini dimulai oleh Presiden Joko Widodo sendiri.

              Pada 7 Februari lalu, Jokowi mengirim Surat Presiden (Supres) kepada DPR RI yang meminta
              mereka  memprioritaskan  pembahasan  RUU  Cipta  Kerja.  Lima  hari  setelahnya,  12  Februari,
              beberapa menteri yang ditugasi oleh Jokowi datang ke DPR RI  menyerahkan draf RUU.

              Supres  itu  digugat  oleh  koalisi  masyarakat  sipil  ke  Pengadilan  Tata  Usaha  Negara  (PTUN),
              dengan  nomor  97/G/2020/PTUN.JKT.  Mereka  menilai  ada  pelanggaran  prosedur  dari
              penyusunan RUU Cipta Kerja. Pemerintah dinilai tidak melibatkan publik saat menyusun draf
              padahal jelas-jelas peraturan itu akan berdampak luas bagi masyarakat.

              Koalisi juga menilai Pemerintah mengabaikan prinsip yang diatur dalam UU Nomor 12 Tahun
              2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

              Ketika buruh dan masyarakat sipil lain dihambat, pengusaha justru sebaliknya. Partisipasi mereka
              dibuka  lebar-lebar.  Buktinya,  Pemerintah  membentuk  Satgas  Omnibus  Law  yang  langsung
              dikepalai Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan Roeslani. Sementara
              Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjadi pengarah.

              Total ada 127 orang yang dipilih untuk menginventarisasi masalah dan memberikan masukan
              terkait  omnibus law.

              Sebagian besarnya pengusaha.

              Alasan lain Supres Jokowi digugat ke PTUN karena draf RUU Cipta Kerja diserahkan berbarengan
              dengan Naskah Akademik (NA). Semestinya NA dibuat terlebih dulu sebelum RUU dirancang,
              dibentuk, dan dibahas.

              Dilanjutkan DPR Si Tukang Stempel  Direktur Advokasi dan Jaringan Pusat Studi Hukum dan
              Kebijakan  Indonesia  (PSHK)  Fajri  Nursyamsi  mengatakan  seharusnya  Pemerintah  membuka
              akses draf RUU itu kepada publik--termasuk mengundang pihak-pihak terkait untuk memberikan
              masukan--sebelum menyerahkannya kepada DPR.

              Saat  pemerintah  menyerahkan  draf  pada  12  Februari,  kata  Fajri,  seharusnya  DPR  menolak
              karena  partisipasi  publik  belum  banyak  terjaring.  Dengan  begitu  DPR  menjalankan
              kewenangannya: memastikan proses legislasi partisipatif.

              Namun, DPR tetap menerima dan justru mempercepat prosesnya.

              "DPR-nya juga enggak menolak. Jadi memang DPR ini nurut banget sama Presiden untuk RUU
              ini, padahal mereka yang punya kewenangan," kata Fajri saat dihubungi wartawan  Tirto  , Rabu
              (7/10/2020) siang.
              Pembahasan oleh Badan Legislasi DPR RI setali tiga uang. Pembahasannya berjalan tertutup,
              mengabaikan protes publik, dan diskriminatif. Penggarapannya pun dikebut.

              PSHK memberikan banyak catatan yang menunjukkan pembahasan RUU Cipta Kerja  cacat formil
              dan serampangan.
                                                           604
   600   601   602   603   604   605   606   607   608   609   610