Page 608 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 12 OKTOBER 2020
P. 608
Jika disebutkan bahwa iklim berinvestasi melemah juga tidak tepat. Nilai investasi baru ke
Indonesia baik PMA dan PMDN selalu meningkat menunjukkan appetite berusaha di Indonesia
masih kuat. Pertumbuhan investasi pada tahun 2014 sebesar 16,18% dibanding 2013, 2015
tumbuh 17,77%, 2016 (12,36%), 2017 (13,05%), 2018 (4,11%), dan 2019 masih tumbuh
12,24% dibanding tahun sebelumnya. Sampai pertengahan 2020 ini, total investasi yang masuk
Indonesia sudah mencapai Rp 402,6 triliun dari target Rp 886 triliun.
Tahun ini mungkin agak berat, BKPM mungkin akan mencapai kinerjanya tidak sampai target,
betapapun pasti lebih tinggi dari realisasi investasi 2019 yakni Rp 809,6 triliun. Artinya minat
pengusaha ke Indonesia tetap tinggi dengan UU Ketenagakerjaan (UUK) yang lama yakni UU
Nomor 13/2003.
Dalih berikutnya untuk mengeluarkan Indonesia dari posisi jebakan negara berpenghasilan
menengah rendah (lower middle income country) juga tidak beralasan. Terhitung sejak 1 Juli
2020, Bank Dunia mengangkat status Indonesia dari negara lower middle income country
menjadi upper middle income country . Bank Dunia menggunakan indikator bahwa PDB atau
Gross National Income (GNI) 2019 per kapita naik menjadi US$ 4.050 dari sebelumnya US$
3.840 per kapita. kenaikan PDB tersebut sudah cukup menaikkan posisi Indonesia satu tingkat
lebih tinggi dari posisi lower middle income .
Pertanyaan berikutnya apakah tujuan bernegara kita sekedar menuju ke negara dengan PDB
tinggikah? Apa hebatnya? Taruh misalnya sudah berpenghasilan tinggi, namun menyengsarakan
sebagian kecil rakyat yang tidak mampu berkompetisi, apakah hal ini diterima sebagai ongkos
menjadi negara bergengsi? Bukankah tujuan bernegara adalah kesejahteraan bersama, seluruh
rakyat Indonesia? Argumentasi kesekian betapa UU Ketenagakerjaan segera diubah karena
laporan bahwa UU tersebut memberatkan pengusaha. Berat mengelola pekerja, berat
berkomunikasi dengan pekerja dan berat membiayai pekerja. Salah satunya keberatan
memberikan pesangon saat pensiun.
Sangat disayangkan jika landasan pengubahan UU Ketenagakerjaan karena keluhan pengusaha
mengenai beratnya memberikan uang pesangon pensiun. Hal ini disebabkan karena sangat
eksklusifnya metodologi pengelolaan dana pensiun yang tidak transparan. Ilmu pengelolaan
dana hanya dikuasai dengan baik oleh para manajer-manajer investasi dan tidak tersosialisasi
sampai ke pengusaha dan pekerja. Jadinya, mengelola dana seperti tampak sulit, penuh dengan
hitungan rumit, dan akhirnya pengusaha dan pekerja balik konvensional menyiapkan dana
sampai 32,2 kali upah saat pensiun dan akhirnya diklaim memberatkan.
Inilah yang menyebabkan UU Cipta Kerja sebetulnya tidak memenuhi persyaratan sejak dini.
Berdasarkan UU Nomor 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan bahwa
setiap RUU sebelum disahkan harus melalui rapat tingkat I dan tingkat II.
Pengelolaan Dana Pensiun Belum pernah rasanya sejak Februari 2020 DPR melakukan rapat
komisi, rapat gabungan komisi, rapat Badan Legislasi, rapat Badan Anggaran, atau melakukan
rapat Panitia Khusus. Yang terdengar tiba-tiba DPR melakukan rapat paripurna padahal dalam
masa Covid-19 pada 5 Oktober 2020 lalu. Jarak bulan Februari 2020 sampai 5 Oktober 2020
terasa sangat singkat, karena elemen yang terkait seperti perwakilan pekerja tampak tidak
komprehensif dilibatkan. Oleh sebab itu, UU Cipta Kerja ini tampak sekali terburu-buru dan pasti
melanggar UU 12/2011.
Memenuhi hak pekerja dengan membayarkan 32,2 kali upah saat pensiun atau PHK sebetulnya
tidak berat jika pengusaha mengetahui teknik pengelolaan dana. Pekerja mungkin sudah
mendedikasikan diri seluruh usianya sampai kemudian pensiun. Jika masuk usia SLTA sekitar 20
tahun, maka usia pensiun 56 tahun artinya total mengabdi sampai 36 tahun. Sebetulnya tidak
berlebihan, mengapa UU mengambil angka 32,2 kali upah sebagai bentuk penghargaan kepada
pekerja.
607