Page 83 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 12 OKTOBER 2020
P. 83

Kepala  BPKM  Bahlil  Lahadalia  memastikan,  apa  yang  ditolak  buruh  soal  UMP,  UMK  dan  cuti
              dihapus itu tidak benar, bagaimana ini?
              Mari kita bedah. Ada 12 poin. Contohnya, UMP, betul masih ada. UMK masih ada. Tapi bersyarat.
              Yang jadi perhatian buruh adalah upah minimum yang berlaku di Indonesia, sudah 20 tahun
              lebih diterapkan itu UMK, bukan UMP. Hanya Jakarta dan Yogyakarta yang menggunakan UMP.
              Sedangkan ratusan daerah lain menggunakan UMK.

              Contohnya, upah minimum di Bekasi itu Rp 4,5 juta per bulan, dan di Purwakarta Rp 4.2 juta
              per bulan. Sedangkan UMP Jawa Barat, itu hanya Rp 1,8 juta per bulan. Dengan adanya UU
              Cipta Kerja, maka turun dong upah minimum di dua daerah itu jadi Rp 1,8 juta per bulan. Yang
              disahkan itu UMK bersyarat. Sedangkan Konvensi ILO Nomor 133 itu menyebut upah minimum
              itu sebagai jaring pengaman (safety net). Jadi, nggak ada istilah syarat.

              Maksud dari jaring pengaman itu apa?

              Tujuannya, agar buruh tidak absolut miskin ketika masuk pasar kerja. Perlindungan negara agar
              buruh tidak absolut miskin adalah upah minimum. Makanya kami menolak yang bersyarat itu.
              Pak Bahlil mungkin tidak memahami upah sektoral, atau UMSK, mengatur sektor industri. Masa
              upah minimum buruh sendai jepit sama kaya di Pabrik Toyota. Atau upah pabrik kerupuk sama
              kaya upah di Freeport. Kan unfair. Jadi kalau industri padat modal, dia memang lebih baik dari
              dobel insentif. Tidak bisa lagi sama rasa.

              Dengan UU ini, peluang terciptanya lapangan kerja tiap tahun makin besar, betulkah?

              Ada dua hal dalam UU ini: 10 klaster investasi, 1 klaster ketenagakerjaan. Dengan demikian
              harus dipisah. Itu pasti akan menyerap lapangan kerja. Itu kita setuju. Yang kami tidak setuju
              itu,  pemerintah  berpendapat,  tenaga  kerja  menjadi  penghambat  investasi  masuk.  Misalnya,
              karena upah minimum tinggi, dan lainnya.

              Kalau itu persoalannya, sama saja mereka ingin menghilangkan peran negara melindung buruh.
              Misal,  upah  murah  yang  selalu  dibandingkan  dengan  Vietnam.  Data  ILO  soal  tren
              ketenagakerjaan  2014-2015.  Upah  rata-rata  Laos  itu  114  dolar  AS,  Kamboja  119  dolar  AS.
              Indonesia 174 dolar AS. Vietnam yang katanya di bawah kita justru 181 dolar AS. Filipina 256
              dolar AS, Thailand 326 dolar AS, dan Malaysia 526 dolar AS. Di Indonesia, khususnya Jakarta,
              memang tinggi upahnya. Bekasi Rp 4,5 juta per bulan. Tapi banyak daerah lain di Indonesia
              yang upahnya rendah. Jika saat ini dirata-ratakan pun masih kurang dari 200 dolar AS per bulan.

              Sampai saat ini, hanya sedikit kepala daerah yang menolak UU Ciptaker ini. Tanggapan Anda?

              Faktanya,  beberapa  gubernur  secara  implisit  menyetujui  penolakan  UU  Cipta  Kerja  yang
              disuarakan  buruh,  mahasiswa,  dan  elemen  masyarakat  lain.  Mereka  tidak  terang-terangan
              menolak, tapi meneruskan aspirasi massa aksi. Secara politik, kalau mereka menandatangani ya
              sama saja setuju. Mereka tidak ingin rakyat di masing-masing daerahnya tidak sejahtera.
              Jadi, apa solusi dari kalangan buruh terkait UU Cipta Kerja ini?

              Sebaiknya,  dibatalkan.  Pertama,  melalui  Perppu,  tapi  dibutuhkan  kebijaksanaan  Presiden.
              Menurut saya tidak perlu semua dibatalkan, cukup pasal yang kontroversial saja. Seperti klaster
              ketenagakerjaan. Amdal. Atau pilihan lain seperti legislative review maupun executive review.
              Kedua, membuka dialog, tapi bukan di peraturan turunannya. Masa UU Cipta Kerjanya kita tolak,
              peraturan di bawahnya diterima. Dialog yang menyerap aspirasi. Karena bukan hanya buruh
              yang  menolak,  oiganisasi  seperti  NU  dan  Muhammadiyah  juga  menolak.  Nantinya,  dialog
              tersebut dijadikan masukan untuk legislative atau executive review. Jangan diajak dialog, tapi
              cuma basa basi aja.


                                                           82
   78   79   80   81   82   83   84   85   86   87   88