Page 388 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 19 OKTOBER 2020
P. 388

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengaku kecewa karena perusahaan asing lebih
              memilih berinvestasi di negara lain ketimbang Indonesia. Dia mendapat laporan dari Bank Dunia
              bahwa 33 perusahaan yang keluar dari China, justru berinvestasi ke negara-negara tetangga.

              "23 (perusahaan) memilih (investasi) di Vietnam, 10 lainnya perginya ke Malaysia, Thailand, dan
              Kamboja.  Enggak  ada  yang  ke  kita,"  jelas  Jokowi  saat  memimpin  rapat  terbatas  antisipasi
              perkembangan perekonomian di Kantor Presiden Jakarta, Rabu (4/9).

              Mantan Gubernur DKI Jakarta itu meyakini ada persoalan serius sehingga para investor enggan
              menanamkan  modalnya  di  Indonesia.  Jokowi  menyebut  perusahaan  asing  tersebut  memilih
              Vietnam lantaran waktu yang dibutuhkan untuk merampungkan perizinan hanya dua bulan.

              "Kita bisa bertahun-tahun, penyebabnya hanya itu, tidak ada yang lain. Oleh sebab itu, saya
              suruh kumpulkan regulasi-regulasi ya itu (untuk sederhanakan)," kata Jokowi.

              Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan A. Djalil
              menyambut baik pengesahan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja oleh DPR RI pada 5 Oktober lalu.
              Menurutnya, UU anyar ini akan menyinkronkan 79 peraturan perundang-undangan yang selama
              ini menghambat iklim investasi.

              "Dalam UU Cipta Kerja ini akan memperbaiki 79 UU yang tumpang tindih. Maka iklim investasi
              akan lebih mudah," ujar dia dalam Konferensi Pers dengan tema Klaster Pertanahan dan Tata
              Ruang dalam UU Cipta Kerja, Jumat, (16/10).

              Sofyan mengatakan, selama ini mengurus perizinan berusaha di dalam negeri sangatlah tidak
              mudah. Diantaranya karena regulasi yang tumpang tindih, sehingga membuat investor enggan
              menanamkan modalnya di Indonesia.

              "Karena negeri kita dirantai berbagai aturan. Penuh dengan aturan regulasi tumpang tindih, ada
              Permen PP, Perda dan lainnya," tegasnya.

              Padahal, sambung dia, Indonesia terus dihadapkan pada persoalan ketenagakerjaan. Dimana
              lapangan kerja yang tersedia saat ini tidak mampu menyerap tingginya angka pencari kerja baru,
              termasuk kelompok pengangguran yang terus bertambah di tengah pandemi Covid-19.

              "Pada saat ini lebih dari 7 juta orang nganggur. Kemudian ada 2,7 juta tenaga baru dan 3,5 juta
              pengangguran terdampak Covid-19. Tidak kah tersentuh nurani kita," paparnya.

              Oleh karena itu, dia meminta polemik atas pengesahan UU Cipta Kerja dapat segera diselesaikan.
              Sehingga percepatan penyusunan berbagai aturan dapat segera diselesaikan oleh pemerintah.

              "Nanti kalau tidak puas atau ada aturan silahkan bisa disampaikan ke Mahkamah Konstitusi.
              Kalau tidak puas dengan aturan turunan atau PP silahkan sampaikan ke pemerintah dengan
              baik," tutupnyaReporter: SulaemanSumber: Merdeka.comOmnibus Law Undang-Undang (UU)
              Cipta  Kerja  dipercaya  bisa  meningkatkan  serapan  tenaga  kerja,  termasuk  kelompok
              pengangguran yang terus bertambah di tengah pandemi Covid-19. UU ini juga dipercaya bisa
              meningkatkan produktivitas pekerja Indonesia.

              Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menjelaskan, saat ini ada
              sekitar 7 juta orang, mulai dari Aceh sampai Papua yang sedang mencari lapangan pekerjaan.
              Sedangkan angkatan kerja per tahun sekitar 2,9 juta orang.

              Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mencatat ada 3,5 juta tenaga kerja terkena PHK. Di
              sisi lain Kadin Indonesia mencatat sekitar 5 juta orang yang terkena PHK. Maka total lapangan
              pekerjaan yang perlu disiapkan oleh pemerintah mencapai 15 juta jiwa.



                                                           387
   383   384   385   386   387   388   389   390   391   392   393