Page 49 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 19 OKTOBER 2020
P. 49
APINDO: UMK TAK MUNGKIN TURUN SETELAH UU CIPTAKER BERLAKU
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi B Sukamdani memastikan upah
minimum kabupaten/kota (UMK) yang sudah tinggi, tidak mungkin turun setelah Undang-undang
Cipta Kerja (UU Ciptaker) dan Peraturan Pemerintah turunannya berlaku. Sementara itu,
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memastikan UU Cipta Kerja tak membebaskan tenaga kerja asing
(TKA) dari kewajiban pajak. Namun, pemerintah memberi iiisentif bagi pekerja asing yang
memiliki keahlian tertentu.
Namun, nantinya kenaikan upah di kabupaten/kota akan lebih realistis dan tak setinggi sebelum
UU Ciptaker disahkan. ''Tidak akan turun tapi diubah. Jadi akan lebih realistis melihat betul-betul
kondisi perekonomian," ujar Haryadi di Menara Kadin, Jakarta, belum lama ini.
Sementara untuk2021, menurut Hariyadi, besaran upah minimum kemungkinan besar sama
dengan 2020. Besaran upah masih ketentuan lama yakni Peraturan Pemerintah (PP) nomor 78
tahun 2015 tentang Pengupahan.
Dewan Pengupahan Nasional telah mengusulkan tidak adanya kenaikan upah mengingat kondisi
perekonomian yang belum pulih. "Pertumbuhan ekonomi nasional kan minus, kita
kemungkinannya masih minus, dan malah deflasi. Jadi sulit ditentukan besaran upah seperti
kondisi normal. Kami mengetahui dari Dewan Pengupahan Nasional, untuk kenaikan upah tahun
depan itu sama dengan 2020," ujarnya.
Selelahnya, pada 2022, penetapan upah minimum akan ditentukan oleh gubernur dan bersifat
wajib. Sedangkan, upah minimum kabupaten/kota dapat ditetapkan bila memenuhi syarat
pertumbuhan ekonomi dan inflasi di kabupaten/kota yang bersangkutan dan formula
penghitungannya akan diatur dalam PP turunan.
Hariyadi juga menegaskan peraturan mengenai upah tetap dibayar meskipun pekerja tidak
melakukan pekerjaan, seperti sakit, haid, tugas negara, ibadah, urusan keluarga, tugas serikat,
dan pendidikan dari perusahaan tidak diubah dalam UU Ciptaker.
Seperti diketahui, dalam berkas UU Cipta Kerja versi 812 halaman, ketentuan pasal UU nomor
13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang mengatur UMK dan UMSK, yakni pasal 89 dihapus.
Hariyadi juga memastikan buruh dan pekerja tetap dapat menuntut upah minimum sektor us-
ahamasing-masingatauupah sektoral, meskipun ketentuannya sudah dihapus dalam Omnibus
Law UU Cipta Kerja (Ciptaker).
Namun, pembahasan terkait upah tersebut ditentukan melalui dialog antara buruh dengan
masing-masing perusahaan lewat forum bipartit. "Misalnya, sektor saya perhotelan dan restoran
enggak mungkin karyawan saya enggak saling bicara, pasti mereka akan setting sendiri pada
titik berapa karena mereka yang tahu ini," tutur Hariyadi.
Menurut dia, penghapusan sektoral dalam UU Ciptaker memberikan kemudahan bagi para
pengusaha dalam menentukan upah pekerja, yakni dengan mengacu pada upah minimum
provinsi dan upah minimum kabupaten/kota:
Diajuga yakin perundinganbi-partit akan memberikan keadilan terhadap buruh dan pengusaha
di sektor usaha tertentu. Sebab dengan dialog yang baik, diskusi an-tarapengusaha akan
mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan.
"Jadi, memang kalau kita bicara bipatrit yang paling tahu memang perusahaan dan pekerja. Ada
yang bilang kalau di perusahaan buruhnya kalah dong dengan asosiasi, saya kira enggakjuga.
Karena apa, karena sekarang ini kesadaran untuk berunding secara kolektif kesadaran sosial
dialognya sudah tinggi," ujarnya seperti dikutip cnnindonesia. com.
48