Page 237 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 30 SEPTEMBER 2020
P. 237

ANCAMAN GELOMBANG PHK AKIBAT CORONA MEREBAK, PENGUSAHA MINTA
              BANTUAN PEMERINTAH
              Pandemi corona (Covid-19) terus menggerogoti perekonomian Indonesia. Hampir semua sektor
              bisnis terkena dampak wabah korona. Alhasil, ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-
              besaran tak terelakkan.

              Setelah  pelaku  bisnis  pariwisata  dan  penerbangan  berteriak  minta  bantuan  pemerintah,  kini
              pengusaha ritel dan pusat belanja meminta sejumlah insentif untuk menyelamatkan usaha yang
              babak  belur.  Lantaran  operasional  terganggu,  maka  angka  karyawan  yang  kena  PHK  dan
              dirumahkan bakal terus bertambah.

              Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) memproyeksikan, restoran dan kafe di pusat
              belanja telah memberhentikan 200.000 orang atau separuh tenaga kerja mereka sejak corona
              merebak pada Maret 2020. Kemudian 280.000 karyawan mal dan 2 juta karyawan tenant juga
              berpotensi terkena dampaknya.
              Ketua Umum APPBI Alphonzus Widjaja menyebutkan, pihaknya masih mengonfirmasi data PHK
              kepada  anggotanya.  "Jika  merumahkan  karyawan  sudah  pasti  terjadi,  tapi  kalau  PHK  perlu
              dikonfirmasi lagi ke anggota," kata dia kepada KONTAN, kemarin.

              Agar  tetap  bertahan,  para  pengusaha  meminta  pemerintah  memberikan  insentif,  termasuk
              bantuan  gaji  karyawan.  "Selain  subsidi  gaji  50%,  pengelola  mal  meminta  beragam  pajak
              ditiadakan untuk sementara," kata Alphonzus.

              Para peritel yang tergabung dalam Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo)
              juga  keteteran.  Selama  pandemi  corona,  mereka  memproyeksikan  kerugian  Rp  200  triliun.
              "Dalam setahun, omzet kami mencapai Rp 400 triliun. Jika turun 50% menjadi Rp 200 triliun,
              ya, itu nilai kerugiannya," ungkap Ketua Umum Hippindo, Budihardjo Iduansjah, kemarin.

              Wakil  Direktur  Utama  PT  Metropolitan  Kentjana  Tbk  (MKPI),  Jeffri  Tanudjaja  menyebutkan,
              seluruh pengusaha memang menantikan insentif pajak dari pemerintah. Cuma, hingga saat ini
              belum ada respons. Insentif ini dibutuhkan lantaran bisnis mal merosot selama wabah corona.
              "Pengunjung mal anjlok 50% akibat PSBB. Jika terus seperti ini, tentu efeknya ke karyawan,"
              beber dia.
              Pajak restoran

              PT  Sarimelati  Kencana  Tbk  (PZZA)  pun  mengharapkan  penghapusan  pajak  restoran.  "Agar
              pengusaha restoran tetap bisa bertahan, tarif pajak restoran bisa dihapuskan," ujar Sekretaris
              Perusahaan  PZZA,  Kurniadi  Sulistyomo.  Memang,  saat  ini  pengusaha  sudah  menikmati
              keringanan pajak seperti PPh korporasi dan PPh gaji karyawan. "Jika tarif pajak restoran (PB1)
              dapat diringankan oleh pemda, maka bisa menambah daya beli masyarakat," jelas Kurniadi.

              Sekretaris Jenderal PHRI Maulana Yusran juga tidak menampik banyak hotel dan restoran yang
              mem-PHK karyawannya. "Saat ini sudah banyak restoran dan hotel yang menutup usahanya,"
              kata dia, kemarin.

              Namun, Maulana tidak menyebut angka pastinya. Yang terang, biaya listrik dan tunggakan utang
              sangat membebani pengelola hotel. Di bisnis penerbangan, pengurangan karyawan sudah lebih
              dahulu  menghampiri.  Garuda  Indonesia,  Lion  Air  Group  dan  AirAsia  Indonesia  sudah
              merumahkan sebagian karyawan demi efisiensi.

              "PHK tidak terelakkan kepada ratusan karyawan sampai mencari pinjaman. Mau terbang atau
              tidak,  biaya  leasing  harus  dibayar  setiap  bulan,"  kata  Pengamat  Penerbangan  AIAC,  Arista
              Atmadjati.

                                                           236
   232   233   234   235   236   237   238   239   240   241   242