Page 169 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 22 OKTOBER 2020
P. 169
2020, realisasi pembiayaan utang Indonesia hingga Juli telah mencapai Rp 519,22 triliun.
Realisasinya terdiri dari penyerapan SBN Rp 513,4 triliun, utang luar negeri (ULN) Rp 5,17 triliun,
dan pinjaman dalam negeri Rp 634,9 miliar.
Selain itu, kata Anis, akibat kebijakan utang ini, debt service ratio (DSR) Indonesia pun turut
naik. Data Statistik Utang Luar Negeri (SULNI) semester I 2020 menunjukkan, DSR tier-1
Indonesia telah mencapai 29,5 persen. Angka ini telah melewati batas aman DSR yang
ditetapkan IMF sebesar 25 persen DSR tier-1 merupakan indikasi penambahan ULN yang tidak
disertai dengan peningkatan kinerja ekspor dan komponen penambahan devisa lainnya. "Dengan
DSR di atas 25 persen itu, artinya jumlah utang Indonesia kini sudah masuk pada tingkat
waspada," ungkap Anis.
Anis menilai, menjadi masalah tambahan ketika risiko yang besar ini diambil untuk sesuatu yang
hasilnya belum terlihat efektif. Upaya meredam dampak Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi
Nasional (PEN) yang menjadi dalih pemerintah berutang masih belum menunjukkan hasil
maksimal. Serapan dana pemulihan ekonomi nasional untuk menangani Covid-19 masih di
bawah 40 persen. "Hingga 17 September lalu, baru teralokasi Rp 254,4 triliun, atau 36,6 persen
dari pagu Rp 605,2 triliun," kata Anis.
Lebih lanjut Anis menjelaskan penambahan utang Indonesia secara statistik dalam kurun waktu
2014 sampai dengan 2020 (outlook) telah mencapai Rp 3.390,72 triliun atau meningkat 129,97
persen hanya dalam waktu enam tahun (2014 sebesar Rp 2.608,78 triliun serta Rp 5.999,50
triliun pada outlook 2020).
"Sejak terjadinya krisis 1997-1998, periode pemerintahan ini memegang rekor dengan
penambahan utang terbanyak," ujar Anis.
Bukan hanya secara agregat, Debt to GDP ratio juga mengalami peningkatan. Periode
pemerintahan terdahulu mencatat debt to GDP ratio terus mengalami penurunan dari 50 persen
pada 2004 hingga mencapai 24 persen pada tahun 2014. Namun sebaliknya, periode
pemerintahan ini hingga akhir 2019 debt to GDP ratio telah mencapai 30,2 persen. Dengan utang
yang makin melonjak tahun 2021, debt to GDP ratio akan mencapai kisaran 40 persen.
Anis pun mengingatkan bahwa meningkatnya debt to GDP ratio ini menunjukan bertambahnya
jumlah utang yang tidak diiringi dengan bertambahnya produksi nasional secara proporsional.
Anis memberi saran agar pemerintah segera melakukan optimalisasi pembiayaan Utang Luar
Negeri (ULN) dan mencari alternatif pembiayaan yang lebih murah. Menurut dia, utang harus
digunakan untuk belanja yang benar benar produktif dan bisa menggerakkan ekonomi rakyat di
saat pandemi masih berlangsung.
"Pemerintah perlu untuk menjaga kesinambungan pembiayaan dan mengoptimalkan hasil
pengelolaan asset dan investasi serta piutang-piutang Negara yang bermasalah agar dapat
menjadi penerimaan Negara," ujarnya.
Riset yang dilakukan oleh Indonesia Indicator (I2) menunjukan kinerja Pemerintahan Joko
Widodo yang telah memasuki tahun pertama tak pernah lepas dari sorotan media massa, baik
nasional, lokal maupun internasional. Menurut I2, perusahaan intelijen media dengan
menggunakan piranti lunak kecerdasan buatan (AI), rapor kinerja Jokowi di media massa pada
tahun pertama periode II mencapai nilai 76 dengan catatan.
"Dengan catatan, framing media pada pemberitaan Jokowi didominasi oleh sentimen netral yang
lebih tinggi, yakni 40 persen, disusul tone positif 36 persen dan negatif sekitar 24 persen. Dalam
konteks pandemi, media memberikan ruang untuk Jokowi dengan memberikan framing netral,"
kata Direktur Komunikasi Indonesia Indicator (I2), Rustika Herlambang, saat memaparkan hasil
168