Page 137 - KIRIMAN CATATAN PRAKTIK BUDDHADHARMA DARI LAUTAN SELATAN
P. 137

Bab III — Duduk di Kursi Kecil Saat Santap Malam


                 Tapi  dipan  yang  digunakan  di  Wihara  Lingyan  dan  Sichan
            (yaitu Caturdhyana)  tingginya satu kaki. Tinggi demikian ditetapkan
                               6
            oleh  orang-orang  bajik  di  masa  lampau  dan  hal  ini  memang
            berwewenang.


                 Mohon diperhatikan bahwa duduk bersila secara berdampingan
            dan  bersantap  dengan  lutut  terbuka,  bukanlah  cara  yang  tepat.
            Saya mendengar bahwa setelah Buddhadharma masuk ke Tiongkok,
            para  biksu  terbiasa  duduk  di  kursi  (tidak  bersila)  saat  bersantap.
            Tetapi di masa Dinasti Jin (265-419 Masehi) kekeliruan mulai terjadi
            dan  mereka  mulai  duduk  bersila  saat  bersantap.  Sudah  mendekati
            700 tahun sejak ajaran agung Buddha masuk ke Timur (Tiongkok);
            periode 10 dinasti telah berlalu, masing-masing dinasti memiliki guru
            yang  mampu.  Biksu  India  datang  ke  Tiongkok  satu  demi  satu,  dan
            para biksu di Tiongkok, di masa itu, berkumpul di hadapan mereka
            dan menerima instruksi dari mereka. Ada sejumlah orang pergi ke
            India dan menyaksikan praktik yang tepat di sana. Setelah kembali ke
            kampung halaman, mereka memberitahukan kebiasaan yang keliru,
            tetapi siapakah yang menuruti kata mereka?


                 Sering  disebut  dalam  sutra,   ‘Cucilah  kaki  setelah  bersantap.’
                                            7
            Di sini jelas bahwa mereka tidak duduk bersila di atas dipan (karena
            tidak ada gunanya mencuci kaki jika kaki mereka tidak menyentuh
            lantai).

                 Dan juga dikatakan: ‘Makanan dibuang di dekat kaki.’ Dari sini
            kita bisa melihat bahwa para biksu biasanya duduk dengan kaki tegak
            ke lantai. Murid Buddha seyogianya mengikuti cara Buddha. Jika tidak
            memungkinkan  untuk  mengikuti  aturan  beliau  pun,  adalah  keliru
            mengolok-olok aturan tersebut.

            6  Ada dua wihara yakni Lingyan (靈 喦) dan Sichan (四 禪). Kelihatannya
            ada beberapa wihara di Tiongkok yang bernama demikian. Kasyapa hanya
            menyebut dua contoh.

            7  Lihat  Vajracchedika,  diterjemahkan  oleh  Prof.  Max  Müller,  dalam  The
            Sacred Books of the East, Jilid XLIX.


                                            123
   132   133   134   135   136   137   138   139   140   141   142