Page 7 - e-modul bab 13 PAI
P. 7

M. Utsman al-Husyt menambahkan hak sipil, hak berpendapat, dan
                   hak pengajuan cerai (al-Huyst, 2003:10).
                          Selaras dengan hak diatas, sejarah Islam menunjukkan banyak
                   di antara  kaum wanita  terlibat di wilayah publik.  Istri Nabi,  Aisyah
                   RA misalnya, pernah memimpin langsung Perang Jamal (Unta) saat
                   melawan Ali bin Abi Thalib yang ketika itu menduduki jabatan kepala
                   negara (Shihab,2005:347). Raithah, isteri sahabat Nabi, Abdullah ibn
                   Mas'ud,  sangat  aktif  bekerja,  karena  suami  dan  anaknya  ketika  itu
                   tidak  mampu  mencukupi  kebutuhan  hidup  keluarganya.  Dalam

                   bidang ilmu pengetahuan, isteri Nabi, Aisyah RA adalah seorang yang
                   sangat  dalam  pengetahuan  agamanya  serta  dikenal  pula  sebagai
                   kritikus,  demikian  juga  Sayyidah  Sakinah  putri  Husain  bin  „Ali bin
                   Abi Thalib (Shihab, 1998:303-315).
                          Terkait dengan hak profesi, dapat dikemukakan bahwa perem-
                   puan  mempunyai  hak  untuk  bekerja  selama  pekerjaan  itu  atau
                   perempuan itu membutuhkannya, pekerjaan  itu dapat  dilakukannya
                   dalam suasana terhormat dan tidak melanggar ajaran Islam. Apabila

                   ia  sudah  menikah,  maka  harus  mendapat  izin  suami,  dan  dapat
                   melaksanakan urusan rumah tangga (Shihab, 2005:361).

                   2. Menyikapi Ayat dan Hadis Misoginis
                          Tidak dapat dipungkiri bahwa di kalangan masyarakat Muslim
                   beredar  sejumlah  hadis  dan  tafsir  al-Qur‟an  yang  dipandang

                   merendahkan  dan  meremehkan  perempuan.  Tafsir  dan  hadis-hadis
                   tersebut oleh para feminis dinamai tafsir dan hadis misogini. Contoh
                   penafsiran  terhadap  ayat-ayat  al-Qur‟an  yang  merendahkan
                   perempuan adalah tafsir terhadap Q.S. al-Nisa‟:34:

                        ا  أ    ا    أ   و ض     ع                     ف      ء    ا   ع ن  ا   ل ج  ا


                    “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh Karena Allah Telah
                    melebihkan  sebahagian  mereka  (laki-laki)  atas  sebahagian  yang  lain  (wanita),
                    dan Karena mereka (laki-laki) Telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.”

                          Ayat ini ditafsirkan oleh banyak mufassir sebagai laki-laki harus

                   memiliki kedudukan  lebih  tinggi daripada  perempuan dalam segala
                   bidang,  dan  perempuan  dianggap  tidak  berhak  untuk  memimpin
                   (Sulaeman, 2004).
                          Contoh  lainnya  adalah  tafsir  terhadap  Q.S.  al-Ahzab:33  yang
                   artinya:






                                                           6
   2   3   4   5   6   7   8   9   10   11   12