Page 22 - Buku Pedoman Pengawasan & Penegakan Hukum dalam Pencemaran Air
P. 22
Buku Panduan Pengawasan & Penegakan Hukum dalam Pencemaran Air
Idealnya, pengawasan juga pemeliharaan lingkungan. Pengendalian
dapat bertujuan untuk: (1) pencemaran air sendiri hanya merupakan
mendapatkan informasi satu bagian dari keseluruhan kerangka
mencakup
pengelolaan
kualitas
air,
yang dapat mendukung upaya pencegahan dan penanggulangan
pengambilan keputusan pencemaran air serta pemulihan kualitas
dalam proses pemberian/ air untuk menjamin kualitas air agar sesuai
perpanjangan izin; dan dengan baku mutu air. Sebagai bagian
(2) memeriksa ketaatan dari mekanisme penegakan hukum,
dalam melaksanakan sanksi pengawasan berada di hilir.
administratif atau putusan/
penetapan pengadilan. (EPA, Kerangka besar pengendalian
2004). Namun, hal ini masih pencemaran air diatur dalam Peraturan
belum dilakukan di Indonesia. Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
Pencemaran Air (“PP No. 82 Tahun 2001”),
yang sesungguhnya memerlukan penyesuaian dengan UU No. 32 Tahun 2009 –
mengingat PP No. 82 Tahun 2001 ini masih menggunakan UU No. 23 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagai dasar hukum. Jika dibaca secara bersama-
sama, posisi pengawasan dan penegakan hukum dalam kerangka pengelolaan
kualitas air dan pengendalian pencemaran air dapat dilihat dalam warna oranye pada
bagan Bagan II.1
Dari kerangka tersebut, dapat dipahami bahwa di luar pengawasan terdapat beberapa
perintah perundang-undangan kepada pemerintah yang juga merupakan faktor
untuk mencegah tercemarnya suatu sumber air. Perintah tersebut bersama-sama
dengan pengawasan dan penegakan hukum merupakan rangkaian instrumen dalam
pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air. Jika perintah-perintah
tersebut dijalankan, maka pengawasan dapat mereduksi tingkat pencemaran atas
ketidaktaatan usaha dan/atau kegiatan secara signifikan.
Dalam hal permasalahan terletak pada perencanaan dan pemanfaatan, atau dalam
hal sumber air berstatus cemar, pengawasan tetap harus dilakukan sesuai norma,
prosedur, standar, dan kriteria. Namun, terdapat potensi keadaan cemar terus terjadi
sekalipun usaha dan/atau kegiatan sepenuhnya taat dalam pengelolaan air limbah,
atau bahkan telah melakukan perbaikan pengelolaan air limbah melebihi ketaatannya.
Oleh karena itu, di samping melakukan pengawasan, pejabat pengawas sebaiknya
mempergunakan hasil pengawasan untuk memberikan input bagi perbaikan
perencanaan dan pemanfaatan dalam rangka pemulihan kualitas air. Catatan ini
dimungkinkan masuk sebagai rekomendasi dari atasan pejabat pengawas yang
6 Indonesian Center For Environmental Law