Page 36 - Arah Baru Kebijakan Penegakan Hukum Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya
P. 36

Ulasan Potret Putusan Kasus Kejahatan Terhadap Satwa Liar
            Dilindungi di Indonesia Periode 2009-2019



            Kedua, terkait  dengan  pertimbangan  Majelis  Hakim untuk  alasan  yang  meringankan.
            Secara umum, alasan meringankan yang dipertimbangkan oleh Majelis Hakim dalam
            menjatuhkan pidana  adalah yang terkait dengan kondisi subjektif terdakwa, misalnya
            terdakwa  terus  terang  dan  bersikap  sopan  selama  masa  persidangan,  belum  pernah
            dihukum,  menyesal,  serta  merupakan  tulang  punggung  keluarga.  Selain  itu,  terdapat
            beberapa  putusan  yang  menyertakan  pertimbangan  Majelis  Hakim  bahwa  tujuan
            pemidanaan tidak hanya untuk membalas, melainkan juga untuk mendidik dan membina
            terdakwa.

            Ketidaktahuan terdakwa atas status satwa yang dilindungi juga dipertimbangkan sebagai
            hal-hal yang meringankan, sehingga terdapat kasus dimana Majelis Hakim menjatuhkan
            hukuman  percobaan  atas  dasar  pertimbangan  tersebut.  David  John  George  Camplin
            pada perkara No.75/Pid.Sus/2016/PN.Nga terjerat kasus kepemilikan satwa dilindungi
            karena memelihara 1 ekor burung jenis kangkareng dan 1 ekor burung jenis julang emas
            (hasil pembelian di sebuah Toko Burung di Jembrana) dan 2  ekor burung jenis kakak tua
            raja (hasil pemberian temannya warga negara Belanda saat akan kembali ke negara
            asalnya). Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim menemukan bahwa Terdakwa tidak
            mengetahui  sama  sekali  jenis  yang  dilindungi  di  Indonesia,  dan  hal  ini  dinilai  terjadi
            karena kurangnya sosialisasi sehingga masyarakat banyak tidak mengetahui jenis yang
            dilindungi.  Maka,  Majelis  Hakim  menjatuhkan  hukuman  penjara  4  bulan  dan  denda
            Rp3.000.000,- (tiga juta rupiah) subsider 2 bulan kurungan (dari tuntutan penuntut umum
            18 bulan penjara dan denda Rp5.000.000,- (lima juta rupiah) subsider 2 bulan kurungan)
            dengan  ketentuan  pidana  tersebut  tidak  perlu  dijalankan  kecuali  Terdakwa  bersalah
            melakukan tindak pidana lainnya sebelum berakhir masa percobaan selama 10 bulan.

            Pertimbangan ’ketidaktahuan’ diatas sedikit berbeda dengan perkara memperniagakan
            3   ekor   kukang,   2   ekor   owa,   dan   1   ekor   siamang   pada   Putusan
            No.378/Pid.Sus.LH/2016/PN.Pbr atas nama Terdakwa Zulkarnain alias Zul bin Buyung.
            Majelis  Hakim  mempertimbangkan  ketidaktahuan  Terdakwa  dan  kondisi  satwa  yang
            masih  hidup  sebagai  alasan  yang  meringankan,  namun  tidak  memberikan  hukuman
            percobaan.  Menariknya,  dalam  hal-hal  yang  meringankan,  Majelis  Hakim  juga
            memasukkan  alasan  “Terdakwa  akan  menunaikan  ibadah  haji  pada  bulan  Agustus
            2016”. Pada akhirnya, dari tuntutan 10 bulan dan denda Rp10.000.000,- (sepuluh juta
            rupiah) subsider 1 bulan, Terdakwa dijatuhi pidana penjara 5 bulan dan dikenai denda
            Rp5.000.000,- (lima juta rupiah) subsider 1 bulan.

            Pertimbangan dengan ‘rasa kemanusiaan’ serupa ditemukan dalam perkara perburuan,
            pengangkutan, dan penjualan telur penyu dalam Putusan No. 55/Pid.B/2013/PN.SKL.
            Terdakwa Mursin bin Alm. Muhktarudin merupakan Staf PNS Kantor Kecamatan Pulau
            Banyak sekaligus Ketua Panitia Pembangunan Sekolah SMA Swasta Haloban, Kecamatan
            Pulau  Banyak,  Kabupaten  Aceh  Singkil.  Setelah  mendapat  persetujuan  dari  tokoh
            masyarakat,  Terdakwa  mengumpulkan  telur  penyu  untuk  kemudian  dijual  sebagai
            penggalangan dana pembangunan SMA Swasta Haloban, sebelum akhirnya ditangkap




            20 |
   31   32   33   34   35   36   37   38   39   40   41