Page 39 - Arah Baru Kebijakan Penegakan Hukum Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya
P. 39
Arah Baru Kebijakan Penegakan Hukum Konservasi
Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya
dikategorikan sebagai “kelalaian” karena diberi secara cuma-cuma oleh teman dan
dipajang, bukan ditujukan untuk diperjualbelikan.
Berbeda lagi dengan Putusan No.1186/Pid.B/2015/PN.BKS tentang kasus kepemilikan
beberapa jenis satwa dilindungi, Majelis Hakim mengartikan “kelalaian” sebagai “bukan
sengaja, melainkan si pelaku melakukan perbuatan pidana bukan karena kurang hati-
hati atau lalai. Dalam hal ini pelaku tidak menghendaki terjadinya tindak pidana, akan
tetapi terjadi juga tindak pidana yang tidak diharapkan itu.” Hakim mempertimbangkan
bahwa satwa yang dimiliki Terdakwa Harry Handoko seluruhnya memiliki sertifikat,
bahkan Terdakwa berencana membuat taman satwa kecil. Namun, sebanyak 2 (dua)
rusa timor masih belum memiliki surat izin karena masih dalam proses. Majelis Hakim
menilai tiadanya surat izin tidak dapat dipersalahkan ke Terdakwa karena masa
prosesnya tidak tergantung pada diri Terdakwa, sedangkan Terdakwa telah beritikad baik
mengurus surat izin tersebut. Menurut Majelis Hakim, ini membuktikan bahwa Terdakwa
hanya lalai dalam memiliki satwa atau offset yang sebelumnya juga telah diurus izinnya.
Majelis Hakim kemudian menjatuhkan pidana penjara 4 bulan dengan masa percobaan
8 bulan sesuai tuntutan Jaksa Penuntut Umum, namun tidak mengenakan denda kepada
Terdakwa, walaupun dalam tuntutannya Penuntut Umum mengajukan denda
Rp20.000.000,- (dua puluh juta rupiah).
Meskipun berdampak pada pembuktian dan pidana yang dijatuhkan, ditemukan
beberapa putusan pengadilan yang tidak mempertimbangkan unsur kesengajaan
maupun lalai. Misalnya, dalam Putusan No.181/Pid.Sus/2016/PN.Clp tentang kasus
kepemilikan spesimen satwa liar dilindungi. Terdakwa atas nama Sugiarto bin Sutarno
ditangkap petugas karena menjual opsetan satwa liar seperti penyu, kerang, serta
moncong hiu sentani di kiosnya di Taman Hiburan Rakyat Teluk Penyu Kabupaten
Cilacap. Atas tindakannya ini, Jaksa mendakwa dengan Surat Dakwaan Alternatif antara
Pasal 21 ayat (2) huruf b jo. Pasal 40 ayat (4) UU No.5/1990 atau Pasal 21 ayat (2) huruf
d jo. Pasal 40 ayat (4) UU No.5/1990. Sayangnya, dalam putusan a quo tidak ditemukan
pembahasan mengenai kelalaian selain keterangan Terdakwa bahwa ia tidak pernah
menerima sosialisasi, baik dalam pembuktiannya maupun pertimbangan hukum Majelis
Hakim. Dalam putusannya pun, Majelis Hakim hanya menyatakan bhwa Terdakwa telah
terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “secara tidak
berhak, memiliki dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan mati"
tanpa menyebut ‘kelalaian’.
C.2.5. INFORMASI BARANG BUKTI SATWA
Dari 150 putusan antara tahun 2009 hingga 2019, sebanyak 57 putusan memerintahkan
agar barang bukti dalam perkara dikembalikan kepada BKSDA sedangkan terdapat
sebanyak 35 putusan yang memerintahkan agar barang bukti dalam perkara
dimusnahkan. Pada umumnya, dalam putusannya Majelis Hakim memerintahkan agar
barang bukti berupa spesimen satwa hidup dikembalikan ke habitat alamnya (atau
| 23