Page 31 - Tere Liye - Bumi
P. 31

TereLiye “Bumi”   28




                  bilang bahwa anak  itu yang paling pintar. Dan menurut sang profesor,

                  rasa ingin tahu kadang membuat seseorang nekat melakukan sesuatu,
                  dan itu bisa di­maklumi, tapi panitia lokal menolaknya. Ali batal jadi
                  peserta Olimpiade Fisika termuda sedunia.”

                         Melihat wajah Seli yang semangat bercerita, aku setengah tidak
                  percaya, setengah hendak tertawa. Lihatlah, Seli berbisik seperti sedang
                  menceritakan kisah berkategori top secret—Seli sepertinya terlalu banyak
                  menonton serial Korea.


                         ”Nah, Ali juga sudah empat kali pindah­pindah sekolah selama
                  SMP.” Seli mengambil sambal setengah sendok, tadi dia kebanyakan
                  menumpahkan kecap, membuat baksonya jadi terasa manis. ”Empat kali,
                  Ra. Itu rekor.”

                         ”Kamu tahu dari mana?”


                         ”Kalau yang ini sih sudah rahasia umum.” Seli ber­hah ke­pedasan
                  lagi, volume suaranya kembali normal.  ”Semua anak di sekolah ini juga
                  tahu. Kamu saja yang tidak memperhatikan, lebih suka  menyendiri di
                  dalam kelas saat bel istirahat. Ali di­keluarkan dari sekolah, katanya sih
                  karena sering berkelahi.”

                         Aku tidak tertarik dengan cerita Seli. Aku sedang menatap kasihan
                  temanku itu. Lihatlah, dia sekarang  menumpahkan kecap lagi. Sudah
                  empat kali Seli bolak­balik menambahkan sambal dan kecap di mangkuk

                  baksonya, membuat bening kuah bakso berubah hitam.

                         ”Nah, saat penerimaan sekolah baru  kemarin, banyak SMA yang
                  menolak menerimanya. Katanya sih bukan semata­mata karena dia sering
                  berkelahi. Tapi seram saja.” Seli menyeka keringat di dahi.


                         ”Seram apanya?”

                         ”Seram kan kalau kamu harus menerima murid sepintar dia? Guru­
                  guru kita saja sering grogi di kelas kalau dia mulai ber­tanya yang aneh­
                  aneh. Kalau kamu dalam posisi harus mengajari anak sepintar dia, pasti
                  kamu salah tingkah. Horor dalam arti berbeda. Hanya Miss Keriting yang
                  tidak peduli, bahkan tega menghukumnya.” Seli nyengir lebar.








                                                                            http://pustaka-indo.blogspot.com
   26   27   28   29   30   31   32   33   34   35   36