Page 30 - Tere Liye - Bumi
P. 30

TereLiye “Bumi”   27




                         ”Siapa yang bertengkar? Dia saja yang selalu menyebalkan. Mencari

                  masalah,” aku mengarang jawaban.

                         ”Eh, kalian tidak  sedang membicarakan PR  matematika, kan?
                  Mengerjakan PR di lorong tadi?” Seli tertawa dengan kalimatnya sendiri.


                         Aku melotot, mengancam Seli dengan bola bakso.

                         ”Bercanda, Ra. Kamu sensitif sekali  pagi ini. Aku saja  yang dia
                  tabrak tadi di anak tangga nggak ilfil. Biasa saja.” Seli nyengir tanpa dosa.


                         Semangkuk bakso  kantin ini lumayan lezat, apalagi saat udara
                  dingin, tapi topik pembicaraan ini memengaruhi lidahku. Apalagi menatap
                  wajah jail Seli.

                         ”Kamu tahu, Ra,” Seli tiba­tiba berbisik, menurunkan volume suara,
                  di tengah ingar­bingar kantin yang dipenuhi teman­teman sekolah, yang
                  cepat merasa keroncongan saat udara dingin begini.


                         ”Tahu apanya?” Aku tidak semangat menatap wajah penuh rahasia
                  Seli.

                         ”Ali pernah ikut seleksi Olimpiade Fisika,” Seli masih ber­bisik.


                         ”Terus apa pentingnya?” Aku mengangkat bahu tidak peduli.

                         ”Dia peserta seleksi olimpiade paling muda sepanjang sejarah, Ra.
                  Waktu itu dia masih kelas delapan. Dia nyaris masuk dalam tim yang
                  dikirim ke entah apa nama negaranya, Uzbekistan kalau tidak salah. Dia
                  termasuk  enam siswa paling pintar, genius malah. Itu penting sekali,

                  bukan?” Seli ber­hah kepedasan, meraih botol kecap. ”Tapi si biang kerok
                  itu batal dikirim. Pada minggu ter­akhir seleksi, dia meledakkan
                  laboratorium fisika tempat karantina  peserta seleksi.  Iseng melakukan
                  percobaan entah apa. Betul­betul meledak, Ra.”

                         ”Dari mana kamu tahu itu?” aku basa­basi menanggapi.


                         ”Perusahaan tempat papaku bekerja jadi sponsor utama tim
                  olimpiade itu, Ra. Kejadian itu dirahasiakan, wartawan hanya tahu tim
                  olimpiade pulang membawa beberapa emas dua minggu kemudian. Kata
                  papaku, profesor pembimbing tim olimpiade tetap ngotot  membawa Ali,





                                                                            http://pustaka-indo.blogspot.com
   25   26   27   28   29   30   31   32   33   34   35