Page 29 - Tere Liye - Bumi
P. 29

TereLiye “Bumi”   26












                                ASANGAN serasi.” Seli memajukan bibir, menahan tawa.

                         Aku tidak menanggapi, hanya mengangkat sedotan dari gelas. Awas
                  saja kalau keterusan, akan aku lempar dengan sedotan ini.


                         ”Bercanda, Ra.” Wajah Seli  memerah,  separuh karena kepedasan,
                  separuh masih menahan tawa. ”Miss Keriting memang sok galak,
                  menyebalkan, banyak ngasih PR, tapi itu yang aku suka darinya. Dia
                  selalu telak menyindir orang. Pasangan paling serasi pagi ini. Hehehe. Eh,
                  lagian kenapa pula kalian harus berteriak­teriak di lorong, membuat
                  semua teman sekelas menoleh ingin tahu,” Seli membela diri, berusaha
                  berlindung dari lemparan sedotan.

                         Bel istirahat pertama sudah bernyanyi lima menit lalu. Hujan deras
                  sudah reda, menyisakan rintik kecil  yang bisa dilewati  tanpa terlalu
                  membuat basah. Udara dingin dan lembap. Seli mengajakku ke kantin,
                  menghabiskan semangkuk bakso dan  segelas air jeruk hangat, pilihan
                  yang baik dalam suasana se­perti ini. Seli bilang dia yang traktir. Aku
                  awalnya tidak ter­tarik. Se­telah dua jam lebih saling ngotot
                  menghabiskan waktu bersama Ali, yang membuat mood­­ku hilang, aku
                  sebenarnya lebih tertarik menghabiskan waktu sendirian di kelas, duduk
                  di kursi, me­mikirkan siapa si tinggi kurus itu. Apakah itu hanya
                  imajinasiku karena belasan tahun menyimpan rahasia?  Tetapi melirik
                  gelagat Ali yang  juga akan ikut  menghabiskan waktu di kelas,

                  menye­lidikiku, aku menerima tawaran Seli.

                         ”Kalian sebenarnya membicarakan apa sih? Sampai bertengkar
                  begitu?” Sayangnya Seli yang sambil ber­hah kepedasan meng­habiskan
                  semangkuk baksonya seperti kehabisan ide percakapan selain tentang
                  kejadian di lorong kelas.


                         ”Tidak membicarakan apa pun.” Aku malas menanggapi.

                         ”Masa iya?” Seli menyelidik. ”Sampai bertengkar begitu.”








                                                                            http://pustaka-indo.blogspot.com
   24   25   26   27   28   29   30   31   32   33   34