Page 84 - CITRA DIRI TOKOH PEREMPUAN DALAM TUJUH NOVEL TERBAIK ANGKATAN 2000
P. 84

anaknya  yang  masih  remaja.  Myrna  adalah  sosok  perempuan  yang  memiliki

                        prinsip, tabah, sabar, tenang, bijaksana, dewasa, kuat, dan mandiri. Luc Sondakh
                        adalah  seorang  dosen  di  universitas  ternama  Bali.  Luc  memiliki  karakter  yang

                        cerdas, romantis, humanis, tenang, flamboyan, selalu berpikiran positif, dan juga

                        dewasa. Sampurno (Om Sam) adalah seorang pengusaha beberapa home stay dan
                        lapangan golf yang tersebar di tanah air. Dirinya terlibat dalam jaringan narkoba

                        dan memiliki karakter yang kejam, serakah, licik, egois, licin, bermuka dua, dan
                        temperamental. Bu Purwo pemilik rumah sewa yang memiliki karakter culas, licik,

                        suka bergunjing, cerewet, hiri dengki, dan pendendam. Winata adalah mantan pacar

                        Myrna  di  bangku  SMP,  seorang  polisi  reserse  yang  telah  menduda  dan  berniat
                        memperistri  Myrna.  Winata  memiliki  karakter  tenang,  bijak,  memimpin,

                        mengayomi, cerdas, tegas, perhatian, setia, dan penuh dengan pertimbangan.
                             Cerita ini berlatar tempat di antara Jakarta, Bali, Yogyakarta, Cianjur, dan

                        Palembang. Latar waktu kejadian cerita ini berkisah di antara tahun 1980 hingga
                        2000-an. Latar sosial dalam novel ini berkisah tentang kehidupan kaum borjuis,

                        kaum proletar, dan masyarakat akademik pada masa orde baru (Sylado, 2002).

                             Pada prolognya, tokoh Myrna dalam struktur ego-nya mengisahkan tentang
                        kehidupan dan pandangan hidupnya. Dari hal-hal yang dikisahkan Myrna dengan

                        segala pandangannya, menunjukkan dalam diri Myrna telah tertanam jiwa seorang
                        feminis. Statusnya yang selalu distereotipe dengan sebutan “janda” membuat ego

                        Myrna  menjadi  naik  karena  merasa  tidak  nyaman  dalam  lingkungan  sosialnya.

                        Pandangan Myrna tentang stigma negatif masyarakat terhadap status dirinya dapat
                        dikaji  menggunakann  kritik  sasatra  feminis  ideologis  melalui  analisis  gender

                        berdasrkan ketidakadilan gender dalam manifestasi pelabelan atau gender sterotype
                        (Fakih, 2013). Namun demikian, Myrna adalah janda yang memiliki prinsip kuat

                        untuk  tidak  tergoda  dengan  sembarang  lelaki.  Upaya  Myrna  dalam

                        memperjuangkan  hak  miliknya  berupa  rumah  dan  tanah  warisan  almarhum
                        suaminya yang dirampas seseorang dengan permainan hukum, maka persoalan ini

                        yang  menurut  Fakih  (2013)  termasuk  dalam  kajian  kritik  feminis  transformasi
                        gender.  Myrna  tidak  hanya  mempermasalahkan  pelabelan  gender  pada  dirinya,







                                                                                                     79
   79   80   81   82   83   84   85   86   87   88   89