Page 131 - SKI jld 4-16 2015 Resivi Assalam
P. 131

Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia - Jilid 4







           gagasan dan falsafah hidup pengarang, khususnya mengenai pentingnya
           akhlaq, keimanan, budaya kreatif, adat istiadat dan ilmu pengetahuan. Semua
           itu adalah penting untuk memelihara negara dan masyarakat . Kemerosotan
           negeri-negeri Melayu dan krisis politik yang dialami pada abad ke-18 dan
           19 M bersumber dari kriris moral dan lunturnya keimanan raja-raja Melayu
           dan kelalaian memelihara serta menegakkan kebudayaan bangsanya secara
           mandiri.  Krisis ini pada akhirnya mengandung campur tangan kolonial Inggris
           dan Belanda yang berhasil memecah kerajaan Melayu besar terakhir Johor-Riau
           menjadi kerajaan Johor dan kerajaan Riau Lingga.


           Dalam buku ini pengarang mengingatkan raja-raja yang gemar mengumbar
           hawa nafsu dan mementingkan diri seperti Sultan Mahmud dari Johor, yang
           mengakibatnya timbulnya bencana yang merugikan negara dan rakyat. Sebagai
           seorang sultan dia lebih suka menghabiskan waktunya untuk bermain-main dan
           berfoya-foya, khususnya ke Singapura dan tidak menghiraukan keadaan negeri
           dan rakyat yang diperintahnya. Dia membangun istana megah bergaya Eropa
           sementara  rakyat  hidup  sengsara  dilanda  kemiskinan.  Pembangunan  istana
           megah gaya Eropa juga mencerminkan betapa sultan ini tidak mempedulikan
           kebudayaan bangsanya.

           Sultan Mahmud juga digambarkan orang yang lemah dalam menggunakan
           ikhtiar dan akal budi. Hal ini digambarkan misalnya oleh Raja Ali Haji melalui
           peristiwa ketika Residen Riau meminta pendapat Sultan Mahmud tentang
           pengganti Yang Dipertuan Muda Raja Abdul Rahman yang sudah wafat. Sultan
           Mahmud baru dapat memberi jawaban beberapa hari kemudian. Tiadanya
           jawaban yang  jelas dari Sultan Mahmud menumbuhkan krisis yang merugikan
           jalannya pemerintahan di lingkungan kerajaan Riau Lingga. Dengan bahasa
           yang elok Raja Ali Haji melukiskan sebagai berikut:

                “Syahdan adapun Sultan Mahmud itu apabila sudah mangkatlah Yang
                Dpertuan Muda itu maka datanglah pintanya wakil gubermen, yaitu
                Residen Riau siapa-siapa akan gantinya almarhum itu. Maka Sultan
                Mahmud pun bertangguhlah hendak berfikir serta hendak musyawarah
                dengan segala anak raja-raja yang di Pulau Penyengat. Maka tiadalah
                dapat berbetulan ijtihad Sultan Mahmud itu dengan fikiran segala anak
                raja-raja dan orang besar-besar di Pulau Penyengat itu. Maka di dalam
                itu maka Residen Riau pun selalu juga minta tentukan siapa-siapa akan
                gantinya. Kemudian daripada itu maka Sultan Mahmud pun memberi
                wakil tiga orang menantikan ketentuan yang akan jadi Yang Dipertuan
                Muda. Pertama saudara Yang Dipertuan al-Marhum yang bernama Raja
                Ali, kedua saudaranya yang bernama Raja Haji Abdullah, ketiga anak
                marhum yang bernama Raja Idris. Maka apabila selesai ia meletakkan
                wakil itu, maka Sultan Mahmud pun berlayarlah ke Singapura.” 81








                                                                                                117
   126   127   128   129   130   131   132   133   134   135   136