Page 130 - SKI jld 4-16 2015 Resivi Assalam
P. 130

Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia - Jilid 4







                                    sabar dan tawakal, jangat mengikuti hawa nafsu dan perasaan, mendekati
                                    orang berilmu dan saleh, banyak berdoa meminta pertolongan dari Allah Ta`ala,
                                    jangan berkeluh kesah karena kita ini tidak tahu apa hikmah dari kejadian yang
                                    menimpa kita. 80

                                    Karya terbesar Raja Ali Haji ialah Tuhfat al-Nafis (Anugerah Berharga).  Walaupun
                                    yang memulai penulisan kitab ini ialah ayahandanya Raja Ahmad, namun yang
                                    merombak, menyelesaikan dan bertanggungjawab atas seluruh penulisannya
                                    sudah pasti Raja Ali Haji. Kitab ini dapat digolongkan sebagai karya sejarah
                                    bercorak adab, yaitu walaupun yang dipaparkan adalah fakta-fakta dan peristiwa-
                                    peristiwa sejarah, namun yang jauh lebih penting lagi yang ingin ditekankan
                                    penulisnya ialah persoalan adab. Fakta dan peristiwa sejarah, yang melibatkan
                                    manusia sebagai pelaku utama – khususnya raja, pemimpin politik, tokoh sosial
                                    keagamaan dan pejabat pemerintahan –  dilihat oleh pengarangnya dari sudut
                                    pandang tasawuf. Kemudian dipaparkan seolah-olah  sebagai cermin agar
                                    pembaca melihat betapa keimanan, moral, ikhtiar dan akal budi  memainkan
                                    peranan penting dalam menentukan nasib dan martabat sebuah kaum, bangsa
                                    atau masyarakat manusia.


                                    Raja Ali Haji yakin bahwa Islam dan prinsip keislaman yang selama ini dijadikan
               Raja Ali Haji yakin   pedoman bangsa Melayu merupakan pegangan yang benar, tetapi sayang dalam
               bahwa Islam dan
            prinsip keislaman yang   pelaksanaannya sering dialahkan oleh sikap egosentris dan lalai disebabkan
              selama ini dijadikan   kecintaan berlebihan dari para pemimpin Melayu sendiri terhadap kesenangan
               pedoman bangsa       dan kekuasaan duniawi. Melalui karyanya ini Raja Ali Haji mengingatkan kepada
              Melayu merupakan
             pegangan yang benar,   pembacanya dua ancaman yang langgeng dalam sejarah bangsa Melayu dan
              tetapi sayang dalam   Nusantara. Yang satu ancaman dari dalam berupa pertikaian antar kaum atau
             pelaksanaannya sering   etnik, serta  kelalaian menjalankan perintah agama dan memelihara kebudayaan
              dialahkan oleh sikap   yang sudah mantap sebagai sumber identitas dan ilham pembaruan. Ancaman
              egosentris dan lalai
             disebabkan kecintaan   dari dalam ini disaksikan kembali oleh bangsa Indonesia pada akhir abad ke-20
              berlebihan dari para   dan awal abad ke-21 yang menyebabkan bangsa ini kian terpuruk. Pemimpin
               pemimpin Melayu      masyarakat kita sering lupa bahwa walaupun bangsa ini terdiri dari aneka etnik
               sendiri terhadap
               kesenangan dan       dan ragam budaya lokal, namun sebenarnya saling tergantung secara ekonomi
              kekuasaan duniawi.    dan politik, serta dipertalikan ikatan tradisi besar, yaitu budaya Islam Nusantara.
                                    Yang kedua, ancaman dari luar, derasnya budaya asing yang masuk ke dalam
                                    hampir  semua  aspek  kehidupan.  Sayangnya  budaya  asing  yang  masuk  itu,
                                    khususnya budaya Barat, yang diambil hanya aspek-aspek dan unsur-unsurnya
                                    yang negatif.

                                    Buku ini dimulai dengan puji-pujian kepada Allah swt dan salawat kepada Nabi
                                    Muhammad saw. Sesudah itu memaparkan maksud penulisan karyanya. Yaitu
                                    menguraikan peristiwa-peristiwa penting yang dialami raja-raja Melayu dan Bugis
                                    selama lebih dua kurun sejak pertengahan abad ke-17 hingga awal abad ke-
                                    19. Peristiwa-peristiwa yang dipaparkan dijadikan cermin untuk menyampaikan








                    116
   125   126   127   128   129   130   131   132   133   134   135